Thursday, August 30, 2018

Kota Ternate di tepi danau Comabbio.


Kota ini mengingatkan saya akan kota Ternate di Indonesia Timur. Kota di kaki gunung api Gamalama di pulau Ternate, Maluku utara. Kota yang sudah di kenal sejak zaman penjajahan dulu sebagai daerah penghasil bumbu seperti lada, pala dan cengkeh. Jejak-jejak sejarah mereka terekam di banyak benteng peninggalan Portugis dan Belanda. 

Di Italia utara, tepatnya di wilayah Lombardia ada juga kota Ternate. Sebuah kotamadya di provinsi Varese yang berpenduduk 2.413 jiwa. Kota kecil yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Letaknya berada di kaki bukit Santa Maria, di pinggir sebuah danau Comabbio yang indah dan memiliki banyak rawa. Dari kota ini bisa terlihat dengan jelas rangkaian pegunungan Alpen. 

Selamat datang di kota Ternate, Italia. 

Menurut penelitian, penduduk asli daerah ini adalah keturunan celtic. Mereka adalah orang Indo-Eropa, yang menyebar keseluruh dataran Eropa sekitar abad III-IV SM. Dari catatan sejarah, daerah ini beberapa kali berganti kepemilikan. Pada tahun 1652, danau-danau di sekitar Varese termasuk danau Comabbio dibeli oleh Keuskupan Biglia. Namun keluarga Borghi tercatat sebagai pemilik terakhir danau in, sebelum diserahkan kepada pemerintah daerah setempat. 

Kota Ternate tidak sendiri di danau Comabbio, masih ada kota-kota kecil lainnya seperti: kota Varano Borghi, Corgeno, Mercallo, dan Comabbio. Meskipun bukan kawasan wisata, transportasi umum seperti kereta api atau bis ada yang menuju kota ini. Namun jika kita membawa kendaraan pribadi akan lebih nyaman, karena kita bisa mencapai lebih dekat ke tepi danau. 

Kota Ternate dari kejauhan.

Sama seperti masyarakat Italia di sekitar danau, di akhir pekan saya juga selalu mengunjungi kota Ternate. Kota yang sangat berarti bagi saya, kota yang bisa mengobati kerinduan saya akan Indonesia. Kota dengan pemandangan alamnya yang indah, alami dan terawat dengan baik

Berjalan mengelilingi danau adalah kegiatan yang paling menarik di tempat ini. Menyusuri tepian danau, di jalan yang lebar dan beraspal mulus sepanjang 12 km. Jalan yang sangat cocok untuk melakukan berbagai aktifitas olah raga seperti: bersepeda, jogging, trekking, memancing dan lain - lain. Dan bagi pencinta olah raga kano, danau Comabbio juga menyediakan sekolah atau kursus berperahu kano. 


 Jalan di tepi danau.

Mengelilingi danau Comabbio akan mendapat banyak manfaat. Selain menjadi sehat karena berolah raga, kita juga bisa belajar tentang tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar danau. Menurut seorang ahli botani, danau ini kaya dengan tanaman eksotik seperti : Sagittaria latifolia ( tanaman air aslinya dari Amerika Utara ), Sagittaria platyphylla ( daunnya berbentuk bulat telur dari Amerika Tengah), Nelumbo nucifera ( lotus, aslinya dari negara tropis ) dan masih banyak lagi jenis-jenis lainnya.

Karena suasananya yang silih berganti saat mengelilingi danau, rasa lelahpun kadang tak terasa. Setelah puas melihat danau dengan beraneka ragam mahluk hidup didalamnya, kita juga bisa mendengarkan suara burung - burung yang bernyanyi merdu tatkala memasuki hutan lindung di sekitar danau. Kadang suara burung hantupun sayup terdengar.

Danau Comabbio 

Jalan yang kita lewati juga kadang menanjak dan menurun. Jika beruntung kita bisa melihat seekor kelinci melintas didepan mata atau seekor tikus mengintip dari lubangnya. Saat angin bertiup lembut dan tercium bau khas kotoran hewan pertanda kota selanjutnya ada didepan mata. 

Setiap kota di sekitar danau ini, biasanya memiliki sebuah taman bermain yang langsung menghadap ke arah danau. Bisa menjadi tempat beristirahat atau melepas lelah di sebuah kursi taman. Menikmati bekal seadanya sambil menikmati suasana alam sekitarnya, tetap terasa nikmat. Melihat gerak-gerik sepasang angsa yang menikmati hangatnya matahari di musim semi atau melihat tingkah polah bebek-bebek yang berebut makanan. 

Larut terbawa suasana disekitarnya, tak terasa bekal ditangan pun habis tak tersisa. Jika ingin mencicipi menu - menu spesial khas daerah setempat, beberapa restoran dan kedai kopi juga siap melayani. 

Berbagai macam tanaman di tepi danau. 

Setelah selesai makan siang, perjalananpun kamipun berlanjut. Melewati rumah-rumah penduduk dengan segala aktifitasnya. Ladang pertanian, peternakan dan hewan-hewan peliharaan penduduk pun tak lepas dari perhatian saya. Akhirnya tiba di sebuah jembatan kayu sepanjang 2 km di bibir danau dan tempat ini adalah tempat yang paling saya sukai. Selain pemandangannya yang indah, tempat ini juga tempat saya untuk merenung. 

Merenungkan tentang alam yang begitu bijak mengatur dirinya sendiri, seperti pohon-pohon yang tahu kapan bertunas dan tahu kapan harus menggugurkan daunnya. Seperti burung-burung yang tahu kapan harus pergi ke daerah yang lebih hangat dan tahu kapan harus kembali tanpa kehilangan arah dan kura-kura pun tahu kapan waktunya berjemur dan bersembunyi. Jadi jika kita tidak bisa merawatnya biarkanlah alam seperti apa adanya , jangan mengotorinya apalagi merusaknya karena sebenarnya alam bisa mengurus dirinya sendiri. 

Jembatan kayu di tepi danau. 

Alam itu seperti gambar saya dan teman-teman saya di masa sekolah dasar, kami selalu menggambar sebuah pemandangan desa yang sama: ada gunung yang tinggi, matahari yang bersinar, sungai yang mengalir, petak-petak sawah , jalan raya dan tiang listriknya juga burung-burung yang terbang dengan bebas. Sebuah gambar yang begitu sederhana, terlihat apa adanya tetapi sangat berarti dan selalu tersimpan di hati.  Arrivederci..

Trailer danau Comabbio :



No comments:

Post a Comment

More articles

Holocaust Memorial Milan.

Other posts