Thursday, August 30, 2018

Berkunjung ke kampung penyihir.


Awalnya, saya mengira penyihir itu hanya ada dalam dongeng atau cerita film. Ternyata mereka nyata. Mereka tinggal di desa Croveo, Baceno dan Crodo, desa-desa di lembah Antigorio di kaki pegunungan Alpen. Nenek moyang mereka berasal dari Jerman dan mereka masih menggunakan bahasa Italia berdialek “striögn”(penyihir).

Bulan Juli  lalu, tepatnya dari tanggal 27 juli sampai 29 juli 2018, mereka mengadakan acara Le Streghe della valle Antigorio (para penyihir dari lembah Antigorio). Sebuah acara untuk mengenang masa kelam kehidupan para penyihir, yang hidup antara tahun 1500-1600 di lembah ini. 


Pada masa itu, mereka melakukan ritual “pagan”, ritual kuno yang sudah mereka lakukan secara turun menurun. Meracik ramuan tumbuh-tumbuhan gunung (walser), menggunakan simbol-simbol dan pergi ke suatu tempat untuk melakukan ritual magis. Masyarakat sekitarnya meyakini, kalau kegiatan mereka bersekutu dengan iblis. Untuk memiliki kekuatan magis itu, mereka melibatkan iblis di dalamnya.

Padahal, jika melihat kondisi alam yang terpencil, kondisi sosial mereka yang lebih rendah juga pengenalan agama yang masih dangkal, bisa menjadi alasan utama mengapa pemikiran mereka masih primitif.


Di Eropa, dari tahun 1400 sampai 1800, sihir memang sangat fenomental. Selama berabad – abad perilaku mereka dianggap sebagai tindakan kriminal atau bid’ah. Banyak dari mereka yang ditangkap, disiksa, dipenjara, bahkan banyak juga yang dibakar hidup-hidup. Masa  kelam kehidupan,  yang sulit dilupakan dan dihapus dari memori mereka.


Namun, acara yang digelar saat ini, selain untuk mengenang masa kelam nenek moyangnya dahulu, mereka juga ingin mengembalikan segala sesuatu kembali ke tempatnya yang benar. Memperbaiki yang salah dan melanjutkan segala sesuatu yang bermanfaat dari para pendahulunya.

Kini, kegiatan para penyihir wanita di desa Croveo sangat berbeda. Meskipun mengenakan kostum yang sama, topi runcing dan jubah hitam ciri khas negeri dongeng, tapi wajah mereka terlihat cantik dan ramah. Kemampuan dan keahlian mereka ? jangan ditanya, kita pasti kalah jauh. Mereka sangat menguasai berbagai tumbuh-tumbuhan alami dengan berbagai manfaatnya.  Dalam acara ini mereka akan berbagi ilmu dan memamerkan semua hasil karyanya. 


Penduduk Croveo.


Acara seperti ini digelar setiap tahun di kota Croveo. Biasanya diadakan sekitar bulan Juli atau saat musim panas. Mereka menampilkan berbagai pertunjukkan dengan tema yang berbeda:  ada teater, musik, tarian, sastra, seminar, penjualan berbagai souvenir dan buku. Bahkan kuali besar khas penyihir dengan resep special mereka pun, siap menjamu pengunjung yang datang.

Jika tertarik mengunjungi kota penyihir ini, dari kota Milan, kita bisa menggunakan transportasi umum, baik kereta api atau bis umum yang menuju kota Domodossola. Dari sana baru kita naik bis kecil yang menuju kota Baceno atau kota-kota sekitar lembah Antigorio.  Jika naik kereta api, naik dari stasiun sentral Milan kereta api yang menuju kota Domodossola. Tapi kalau membawa kendaraan pribadi dari kota Milan, ambil jalan tol A26 atau jalan tol yang menuju Gravellona Toce, kemudian memasuki jalan provinsi SS33 dan keluar di kota Domodossola.





Dalam daftar acara yang sempat saya lihat, kegiatan mereka begitu padat, dari siang sampai malam. Ada pertunjukan teater di malam hari dengan judul “Antonia la Strega” (Antonia si penyihir), dan sebuah seminar bertema “Le streghe sulle Alpi” (Para penyihir di gunung Alpen). Kemudian Lokakarya untuk orang dewasa dan anak-anak untuk memperagakan bagaimana mengolah susu dan merawat tanaman obat. Sedangkan konser musik selalu ada setiap saat dengan jenis musik yang berbeda pastinya.

Saat jam makan tiba, menu-menu special lembah penyihir tersedia dengan harga terjangkau. Stand-stand mereka juga buka siang dan malam, tidak hanya menjual souvenir yang berhubungan dengan penyihir tetapi menjual juga berbagai hasil karya penduduk setempat. 


Setelah puas menikmati berbagai kegiatan di kota Croveo, kamipun melanjutkan perjalanan menuju "Marmitte del diavolo", tempat para penyihir dahulu melakukan ritual. Tempat ini dibangun tahun 2015 atas bantuan dari “CoEur”. Dibangun bersamaan dengan pembangunan beberapa situs sejarah beserta mitos yang melekat pada para penyihir di kota Croveo. Kemudian atas permintaan dari pastor gereja setempat Don Amedeo Ruscetta, di bangun juga sebuah museum yang menceritakan berbagai sisi kehidupan para penyihir dahulu di kota itu.

"Marmitte del diavolo" adalah sebuah jurang dengan kedalaman kira-kira 30 meter yang terbentuk oleh erosi air dan gletser. Jurang alami yang dibentuk oleh dua batu besar yang menopang satu sama lain dengan air terjun di tengahnya. Untuk keamanan pengunjung, di tempat sudah dibangun beberapa tangga baja dan pagar pelindung, sehingga pengunjung bisa berdiri lebih dekat ke lokasi untuk melihat air terjun dan dasar jurang. 


Marmitte del diavolo.

Supaya lebih lengkap, perjalanan kami pun berlanjut menuju Lago delle Streghe (danau penyihir) yang masih berada di sekitar kawasan ini. Kami mengambil arah jalan ke dataran Devero , kemudian mengambil arah jalan yang menuju desa Crampiolo. Melewati jembatan kayu, menapaki jalan kecil menanjak di sepanjang sungai, menembus hutan pinus dan sampailah kami di danau.

Lago delle Streghe memang tidak terlalu luas dan tidak terlalu dalam. Kita bisa beristirahat sambil duduk di atas bebatuan, yang banyak berserakan di pinggir danau yang berair jernih. Untuk menghilang rasa pegal, kadang-kadang saya membiarkan ke dua kaki saya bergelantungan di air danau yang dingin.

Menurut legenda, danau ini terbentuk dari air mata seorang gadis yang menangis karena ditinggal kekasihnya. Kemudian seorang penyihir tua menghiburnya dan mengajaknya masuk ke dalam gua. Namun malang, saat mereka sedang mempelajari mantera supaya sang kekasih kembali, ramuan yang sedang dibuat penyihir tua meledak. Batu-batu yang berserakan sepanjang danau ini berasal dari gua penyihir yang hancur itu, dan terbentuklah Lago delle Streghe.

Lago delle Streghe (danau para penyihir).

Siang hari di musim panas memang panjang.  Bagaikan perjalanan panjang kami hari itu, melanglang buana ke dunia yang lain. Kehidupan para penyihir yang penuh legenda dan kisah nyata. Mungkin karena mitos, suasana danau yang tenang dan nyaman ini, membuat saya enggan pulang. Namun waktu sudah menunjukan saatnya pulang, kaki lelah pun terpaksa melangkah. Seandainya bukan legenda dan mereka itu ada, mungkin sapu terbangnya bisa membawa saya secepat kilat sampai di rumah. Arrivederci…

Trailer  acara Le Streghe della valle Antigorio : 

Sumber :
http://www.ossolanews.it/ossola-news/a-croveo-tornano-le-streghe-2951.html

4 comments:

  1. Wah... Seru banget ya kayaknya. Jadi inget film faforit saya, harry potter...
    Wingardium leviosa
    He..he...����

    ReplyDelete
  2. wih asik nih bisa beli jubah sama topi penyihirnya eh ada yang jual buku2 mantranya juga

    ReplyDelete

More articles

Holocaust Memorial Milan.

Other posts