Friday, August 31, 2018

Budaya ngopi di Italia.


Awalnya saya tidak begitu tertarik dengan minuman yang satu ini malah seringkali menghindarinya. Lama kelamaan semuanya berubah sejak seorang teman yang baik hati selalu mengajak saya pergi ke cafe ( “bar” lebih umum di sini namanya). Sambil menikmati secangkir kopi dan sepotong kue, saya asyik mendengarkan cerita tentang pengalaman dan kecintaannya pada kopi. Melalui ini, wawasan saya tentang kopi pun bertambah. Cerita-cerita itu kemudian saya rangkai menjadi sebuah artikel, sebagai lanjutan dari artikel tentang “sejarah kopi di Italia” yang pernah saya tulis sebelumnya.

Meskipun bukan negara produsen kopi, Italia termasuk salah satu negara dengan konsumen kopi terbesar di dunia. Masyarakat di sini juga bangga disebut sebagai bangsa penikmat kopi bahkan menjadikan minum kopi bagaikan budaya sendiri. Penasaran bukan ? dan teman saya menjawabnya dengan penuh semangat.

Sekitar abad ke-18, di Italia pergi ke bar adalah kegiatan yang hanya biasa dilakukan oleh kaum bangsawan dan intelektual. Mereka berkumpul untuk bertukar pikiran atau ide, membaca koran atau berdiskusi berbagai topik hangat yang terjadi saat itu. Tapi banyak juga yang datang sekedar menikmati berbagai macam kue dan minuman, salah satunya kopi , minuman baru yang datang dari timur. 

Salah satu ruangan cafe legendaris di kota Turin. 

Kebiasaan itu berlanjut sampai saat ini, bedanya sekarang pergi ke bar tidak dibatasi oleh status sosial dan pendidikan, siapapun boleh melakukannya. Minum kopi bersama-sama memang terasa lebih nikmat dibanding minum kopi sendiri di rumah. Selain cara penyajiannya yang singkat, masing-masing bar di sini juga kadang mempunyai ciri khas rasa kopi tersendiri. Itu juga menjadi salah satu alasan mengapa bar-bar di Italia selalu ramai dikunjungi tanpa mengenal musim. 

Saya pernah bergabung dengan para opa dan oma yang berkumpul di sebuah cafe. Sambil minum kopi atau membaca koran, perbincangan mereka kadang-kadang diselingi gelak tawa dan canda ria. Banyak topik yang mereka bicarakan, seringnya tentang pengalaman hidup mereka atau usaha mereka mewujudkan cita-cita yang belum tercapai. Mereka juga sangat bijak dalam menjaga kesehatannya, termasuk alasan mengapa mereka minum kopi. 
Sebuah penelitian menyatakan, kopi juga boleh dikonsumsi oleh para lanjut usia. Mereka disarankan untuk minum kopi sekali dalam sehari, karena kopi bisa mengurangi alzheimer dan menjaga kesehatan jantung. Asalkan kopi yang diminum adalah kopi tanpa kafein , kopi tanpa gula atau gula alami seperti gula stevia. 

Stevia adalah nama tumbuhan hijau berasal dari Paraguay, mempunyai ketinggian maksimal setengah meter dan memiliki lebih dari 159 spesies. Sedangkan jenis Stevia yang cocok untuk dijadikan sebagai bahan dasar gula ini adalah jenis Stevia Rebaudiana, sebuah nama yang dipakai untuk mengabadikan Rebaudi, penemu dari pemanis alami ini pada tahun 2011.

Pemanis pengganti gula dari tumbuhan Stevia Rebaudiana. 

Seni adalah sesuatu yang sangat dikagumi di sini, bagi masyarakat Italia berbicara tentang kopi artinya berbicara tentang seni secangkir kopi. Secangkir cappuccino, caffè latte, latte macchiato, caffè lungo, caffè al ginseng, il marocchino ( kopi Maroko : dengan busa susu dan cokelat). Belum lagi variasi-variasi yang lain : caffè tanpa kafein, caffè gandum dan masih banyak lagi. Semuanya tentang seni, seni dalam meracik dan mengukur komposisi yang pas, kemampuan melukis berbagai gambar diatas cappuccino salah satu contoh seni juga.

Penyajiannya juga tidak lepas dari yang namanya seni, cangkir-cangkir keramik dengan design yang unik dan berbagai ukuran. Suasana ruangan dengan berbagai aksesorisnya, meja ditutupi taplak meja bermotif cantik yang senada dengan motif tissu, belum lagi berbagai kue yang ditawarkan . Di beberapa bar terkenal seperti cafe Florian di kota Venice, sering menampilkan pagelaran musik untuk menghibur para pengunjung. Di Italia kopi dan seni memang gak bisa dipisahkan.

Tanggal 8 juni 2018 kemarin, kami juga sempat mengunjungi museum kopi ”Lavazza” di kota Turin. Museum yang baru diresmikan dengan sebuah tema “ Kopi selalu menjadi awal dari sesuatu “ menceritakan tentang perjalanan kopi yang dikelola oleh keluarga Lavazza lebih dari 120 tahun.

Museum yang beralamat di jalan Bologna, 10152 kota Turin ini juga dibuka untuk masyarakat umum. Di buka dari hari rabu – minggu, jam 10.00 -18.00 dengan harga tiket masuk yang bervariasi. Secangkir kopi interaktif akan menyambut para pengunjung yang datang tepat di depan pintu masuk museum ini. 

Galeri-galeri di dalam museum juga menggunakan sistem multimedia yang kaya dengan teks yang menggugah hati dan mampu menginspirasi siapapun yang datang. Begitupun dengan dinding-dindingnya, penuh dengan memori perusahaan yang dipamerkan melalui berbagai dokumen, cerita dan gambar.

Salah satu galeri di museum “Lavazza”. 

Dari berbagai macam tipe mesin kopi yang ada, moka adalah mesin yang paling banyak di gemari di Italia. Selain suara yang sangat jelas dan khas, mesin ini mampu membuat harum kopi memenuhi setiap sudut ruangan rumah, bahkan mungkin sampai ke rumah tetangga. Apalagi saat pagi hari dimana anggota keluarga harus mempersiapkan diri beraktifitas, suara moka kopi sangat membantu membangunkan seluruh anggota keluarga untuk sarapan pagi bersama.

Ketika teman saya bertanya apa alasan saya minum kopi , sayapun menjawabnya dengan sedikit ragu, haruskah ada alasan ? Jika ingin merasa rileks , untuk sebuah kesenangan, bersosialisasi, berbagi cerita atau untuk mendapatkan kembali energi yang hilang setelah bekerja. Tapi bagi saya , apapun alasannya, kopi tetap saja membuat saya iri. Sama-sama sebagai pendatang tetapi kopi begitu dicintai dan dibanggakan masyarakat di sini.

Moka caffè. 

Mungkin karena filosofinya: kopi mampu menciptakan kesetaraan status sosial dan perekat hubungan antar manusia. Kopi juga bisa menjadi bagian dari mereka yang mencintai teknologi tapi dekat dengan mereka yang memuja seni. Jika diminum dengan bijak, kopi juga bermanfaat untuk kesehatan. sebuah filosofi kopi yang menginspirasi saya untuk berusaha lebih giat lagi, supaya bisa diterima dengan tangan terbuka.

Diakhir obrolan tentang kopi, kami berdua membicarakan sebuah angan-angan. Suatu saat kami berdua ingin sekali minum kopi di negeri kopi. Sebuah negeri dimana kopi berasal, ditanam, dirawat dan diolah sampai menjadi minuman. Supaya kami juga bisa mendengarkan cerita yang lain, yang lebih berwarna, yang kaya akan tradisi dan budaya di lingkungan dan kebiasaan dari orang-orang yang mengkomsumsinya. Arrivederci…

Trailer museum “Lavazza” :






Selamat datang di kota kucing


Namanya Mìcia, kucing kesayangan sahabat saya. Kucing yang lucu, berbulu coklat, hitam dan putih. Mìcia juga kucing yang sangat ramah, selalu menyapa saya saat datang ke rumahnya. Saat kehabisan kata-kata karena keterbatasan saya dalam berbahasa Italia, Mìcia adalah sumber inspirasi. Cukup mengelus kepalanya dan membicarakan dirinya, obrolan kami pun berlanjut tanpa henti.

Waktu kecil, saya juga punya mìcia. Kucing yang selalu setia, menunggu saya pulang dari sekolah. Mìcia juga yang menemani saya, saat bermain dan belajar. Mungkin teman-teman juga memilikinya, karena mìcia atau gatta adalah panggilan umum untuk seekor kucing betina dalam bahasa Italia. 

Suatu hari saya pernah masuk ke sebuah toko perlengkapan hewan peliharaan. Melihat berbagai macam perlengkapan kucing yang lucu dan beraneka macam makanannya yang dikemas dengan rapi. Sebenarnya saya ingin sekali memelihara seekor kucing. Tapi setelah mempelajari berbagai peraturan yang begitu ketat, biaya pemeliharaan dan kesehatannya yang lumayan, saya mengurungkan niat itu.


Selamat datang di kota Brolo.

Sebagai gantinya, kami sekeluarga pergi mengunjungi kota Brolo atau “la città dei gatti” (kota kucing) di Italia. Kota yang berada di provinsi Verbania di tepi sebuah danau yang indah, danau Orta namanya. Karena berada di ketinggian 420 meter, pemandangan indah langsung jelas terlihat, saat kita berdiri di pusat kota Brolo yang menghadap ke danau itu. 

Mengapa di sebut kota kucing ? kami pun masih penasaran. Padahal sejauh mata memandang, kami tidak terlihat banyak kucing berkeliaran, hanya berbagai bentuk patung dan gambar kucing yang menghiasi setiap sudut kota ini. Kamipun berjalan menyusuri jalan-jalan yang sempit menuju ke pusat kota untuk mencari sejarah masa lalu kota ini. 

Petunjuk arah jalan di kota Brolo.

Dalam sebuah legenda yang diceritakan secara turun menurun, kucing-kucing pernah menyelamatkan kota ini dari serangan hama tikus dan serangga. Tapi catatan sejarah bercerita lain, pada tanggal 27 April 1767 di kota ini telah terjadi peristiwa besar. Pertingkaian antara penduduk Bloro dengan kota tetangganya, penduduk Nonio. Dan pertikaian itu berakhir sejak ditandatangani pendirian Gereja Sant’ Antonio Abate di kota Brolo. 

Kemudian kemenangan ini digambarkan oleh penduduk Brolo dalam sebuah peribahasa: “Quando Brolo avrà una parrocchia, il topo si metterà il mantello”. Simbol seekor kucing yang tidak mudah menyerah meskipun sudah diolok-olok, dan terus berjuang sampai akhirnya menang menangkap tikus. 

Namun sebutan kota Brolo “la città dei gatti” baru resmi digunakan bulan Agustus 2006. Ditandai dengan didirikannya monumen kucing raksasa yang sedang mengamati lembah. Dilanjutkan dengan pemasangan berbagai macam gambar dan patung kucing di kota ini, oleh pemerintah setempat dan masyarakat Brolo. Dan sejak itu, dinding-dinding rumah dan jalan-jalan di kota ini penuh dengan berbagai gambar kucing yang imajinatif.

Patung kucing raksasa di kota Brolo.

Di Italia, bulan Februari juga merupakan bulan istimewa buat para kucing. Sejak tahun 1990, pemerintah Italia menetapkan tanggal 17 Februari sebagai Hari Kucing Nasional. Keputusan ini dibuat berdasarkan hasil referendum yang diprakarsai oleh seorang jurnalis majalah "Tuttogatto" bernama Claudia Angeletti. Awalnya ini hanya sebagai kuis diantara pembaca, namun akhirnya mendapatkan dukungan luas dari para pencinta kucing di seluruh Italia. Sedangkan tanggal 17 Februari di tentukan oleh Oriella Del Col sebagai pemenang kuis.

Mengapa tanggal 17 Februari ? Karena bagi masyarakat Italia, angka 17 mempunyai beberapa makna. Menurut legenda Romawi kuno kucing memiliki kehidupan kembali setelah kematian atau "1 kehidupan selama 7 kali". Dan makna lainnya, berhubungan dengan anagram dari angka Romawi 17: dari “XVII “ berubah menjadi "VIXI" yang artinya "Aku hidup" maka "Aku mati". Sebuah lambang kehidupan dan kematian, tapi ini tidak berlaku untuk kucing. Sedangkan untuk bulan Februari, ini berhubungan dengan zodiak yang identik dengan air yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. 

Atas dukungan penuh para pencinta hewan, Hari Kucing Nasional selalu diperingati di berbagai kota di Italia setiap tahunnya. Terlepas dari nilai komersial yang didapat tapi bagi mereka, ini sebuah momen yang tepat untuk mendedikasikan satu hari dalam setahun untuk kucing. Juga bentuk komitmen mereka untuk melindungi hewan yang sering menderita perlakuan buruk dan diabaikan oleh manusia.

Hari Kucing Nasional di Italia.

Bulan September juga bulan istimewa buat para kucing di Italia, karena sebuah pesta yang lainnya telah menanti. Sebuah festival yang didedikasikan untuk semua kucing tanpa perbedaan ras atau ekor. Tahun ini pesta yang bernama “ Festival Kucing Tahunan” akan digelar di Villa Castelbarco Vaprio d'Adda kota Milan. Dan seperti tahun-tahun sebelumnya acara ini disponsori oleh PROLIFE, sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai makanan hewan peliharaan. 

Kegiatan ini akan menampilkan berbagai acara dan pameran yang unik: lukisan, patung, fotografi, pertunjukan teater, kerajinan Italia dan buku-buku yang semuanya berkaitan dengan kucing. Akan dihadiri juga oleh berbagai kalangan yang peduli dengan kucing: para seniman, para dokter dan para ahli hewan, para pencinta kucing, para relawan kucing yang terlantar, para peternak kucing dan para produsen makanan hewan. Mereka semua berkumpul menjadi satu dalam acara ini. 

Pertunjukan-pertunjukan dalam acara ini tulus tanpa hadiah. Ini hanya sebuah pertemuan yang menyenangkan antara kucing dan mereka yang sangat peduli dan mencintainya. Akan tetapi mereka juga mempunyai harapan besar dan mulia dengan digelarnya acara ini. Sebuah harapan akan semakin banyak orang yang sensitif dan peduli dengan hewan ini.

Festival Kucing di Italia.

Beberapa waktu yang lalu, sahabat saya juga memberikan saya sebuah buku. Buku itu berjudul “Lingua dei gatti” menceritakan bagaimana cara memahami kucing dan diri kita dipahami oleh kucing. Bagaimana membangun hubungan yang lebih dekat dengan kucing, apa yang ingin dikatakan dan kapan kucing ingin diperhatikan. Bagaimana menafsirkan perilaku kucing, dari gerak ekor, suara meongnya, sorot matanya dan lain-lain. Sebuah buku yang sangat menarik dan membantu saya memahami rahasia bahasa kucing. 

Suatu hari saya mencoba mempraktekannya dengan kucing tetangga yang selalu lewat di depan rumah. Mungkin karena ikatan batin yang tidak begitu kuat atau karena bahasa kucing saya yang berlogat sunda, kucing tetangga selalu menghindar dan lari. Akhirnya sayapun menyerah berbahasa kucing lagi. 

Yang pasti, jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan masyarakat di sini terhadap kucing, saya memang harus belajar lebih giat lagi. Mungkin bagi saya, kucing baru sebatas kucing yang menghibur seperti Tom & Jerry, atau seekor kucing yang lucu dan menggemaskan seperti Hello kitty, atau seekor kucing yang selalu mengajak saya bermimpi seperti Doraemon dengan baling-baling bambunya, dan inipun hanya kucing yang tahu. Arrivederci…

Trailer Festival Kucing Italia 2018:


Sumber : www.festivaldeigatti.com

Thursday, August 30, 2018

Berkunjung ke kampung penyihir.


Awalnya, saya mengira penyihir itu hanya ada dalam dongeng atau cerita film. Ternyata mereka nyata. Mereka tinggal di desa Croveo, Baceno dan Crodo, desa-desa di lembah Antigorio di kaki pegunungan Alpen. Nenek moyang mereka berasal dari Jerman dan mereka masih menggunakan bahasa Italia berdialek “striögn”(penyihir).

Bulan Juli  lalu, tepatnya dari tanggal 27 juli sampai 29 juli 2018, mereka mengadakan acara Le Streghe della valle Antigorio (para penyihir dari lembah Antigorio). Sebuah acara untuk mengenang masa kelam kehidupan para penyihir, yang hidup antara tahun 1500-1600 di lembah ini. 


Pada masa itu, mereka melakukan ritual “pagan”, ritual kuno yang sudah mereka lakukan secara turun menurun. Meracik ramuan tumbuh-tumbuhan gunung (walser), menggunakan simbol-simbol dan pergi ke suatu tempat untuk melakukan ritual magis. Masyarakat sekitarnya meyakini, kalau kegiatan mereka bersekutu dengan iblis. Untuk memiliki kekuatan magis itu, mereka melibatkan iblis di dalamnya.

Padahal, jika melihat kondisi alam yang terpencil, kondisi sosial mereka yang lebih rendah juga pengenalan agama yang masih dangkal, bisa menjadi alasan utama mengapa pemikiran mereka masih primitif.


Di Eropa, dari tahun 1400 sampai 1800, sihir memang sangat fenomental. Selama berabad – abad perilaku mereka dianggap sebagai tindakan kriminal atau bid’ah. Banyak dari mereka yang ditangkap, disiksa, dipenjara, bahkan banyak juga yang dibakar hidup-hidup. Masa  kelam kehidupan,  yang sulit dilupakan dan dihapus dari memori mereka.


Namun, acara yang digelar saat ini, selain untuk mengenang masa kelam nenek moyangnya dahulu, mereka juga ingin mengembalikan segala sesuatu kembali ke tempatnya yang benar. Memperbaiki yang salah dan melanjutkan segala sesuatu yang bermanfaat dari para pendahulunya.

Kini, kegiatan para penyihir wanita di desa Croveo sangat berbeda. Meskipun mengenakan kostum yang sama, topi runcing dan jubah hitam ciri khas negeri dongeng, tapi wajah mereka terlihat cantik dan ramah. Kemampuan dan keahlian mereka ? jangan ditanya, kita pasti kalah jauh. Mereka sangat menguasai berbagai tumbuh-tumbuhan alami dengan berbagai manfaatnya.  Dalam acara ini mereka akan berbagi ilmu dan memamerkan semua hasil karyanya. 


Penduduk Croveo.


Acara seperti ini digelar setiap tahun di kota Croveo. Biasanya diadakan sekitar bulan Juli atau saat musim panas. Mereka menampilkan berbagai pertunjukkan dengan tema yang berbeda:  ada teater, musik, tarian, sastra, seminar, penjualan berbagai souvenir dan buku. Bahkan kuali besar khas penyihir dengan resep special mereka pun, siap menjamu pengunjung yang datang.

Jika tertarik mengunjungi kota penyihir ini, dari kota Milan, kita bisa menggunakan transportasi umum, baik kereta api atau bis umum yang menuju kota Domodossola. Dari sana baru kita naik bis kecil yang menuju kota Baceno atau kota-kota sekitar lembah Antigorio.  Jika naik kereta api, naik dari stasiun sentral Milan kereta api yang menuju kota Domodossola. Tapi kalau membawa kendaraan pribadi dari kota Milan, ambil jalan tol A26 atau jalan tol yang menuju Gravellona Toce, kemudian memasuki jalan provinsi SS33 dan keluar di kota Domodossola.





Dalam daftar acara yang sempat saya lihat, kegiatan mereka begitu padat, dari siang sampai malam. Ada pertunjukan teater di malam hari dengan judul “Antonia la Strega” (Antonia si penyihir), dan sebuah seminar bertema “Le streghe sulle Alpi” (Para penyihir di gunung Alpen). Kemudian Lokakarya untuk orang dewasa dan anak-anak untuk memperagakan bagaimana mengolah susu dan merawat tanaman obat. Sedangkan konser musik selalu ada setiap saat dengan jenis musik yang berbeda pastinya.

Saat jam makan tiba, menu-menu special lembah penyihir tersedia dengan harga terjangkau. Stand-stand mereka juga buka siang dan malam, tidak hanya menjual souvenir yang berhubungan dengan penyihir tetapi menjual juga berbagai hasil karya penduduk setempat. 


Setelah puas menikmati berbagai kegiatan di kota Croveo, kamipun melanjutkan perjalanan menuju "Marmitte del diavolo", tempat para penyihir dahulu melakukan ritual. Tempat ini dibangun tahun 2015 atas bantuan dari “CoEur”. Dibangun bersamaan dengan pembangunan beberapa situs sejarah beserta mitos yang melekat pada para penyihir di kota Croveo. Kemudian atas permintaan dari pastor gereja setempat Don Amedeo Ruscetta, di bangun juga sebuah museum yang menceritakan berbagai sisi kehidupan para penyihir dahulu di kota itu.

"Marmitte del diavolo" adalah sebuah jurang dengan kedalaman kira-kira 30 meter yang terbentuk oleh erosi air dan gletser. Jurang alami yang dibentuk oleh dua batu besar yang menopang satu sama lain dengan air terjun di tengahnya. Untuk keamanan pengunjung, di tempat sudah dibangun beberapa tangga baja dan pagar pelindung, sehingga pengunjung bisa berdiri lebih dekat ke lokasi untuk melihat air terjun dan dasar jurang. 


Marmitte del diavolo.

Supaya lebih lengkap, perjalanan kami pun berlanjut menuju Lago delle Streghe (danau penyihir) yang masih berada di sekitar kawasan ini. Kami mengambil arah jalan ke dataran Devero , kemudian mengambil arah jalan yang menuju desa Crampiolo. Melewati jembatan kayu, menapaki jalan kecil menanjak di sepanjang sungai, menembus hutan pinus dan sampailah kami di danau.

Lago delle Streghe memang tidak terlalu luas dan tidak terlalu dalam. Kita bisa beristirahat sambil duduk di atas bebatuan, yang banyak berserakan di pinggir danau yang berair jernih. Untuk menghilang rasa pegal, kadang-kadang saya membiarkan ke dua kaki saya bergelantungan di air danau yang dingin.

Menurut legenda, danau ini terbentuk dari air mata seorang gadis yang menangis karena ditinggal kekasihnya. Kemudian seorang penyihir tua menghiburnya dan mengajaknya masuk ke dalam gua. Namun malang, saat mereka sedang mempelajari mantera supaya sang kekasih kembali, ramuan yang sedang dibuat penyihir tua meledak. Batu-batu yang berserakan sepanjang danau ini berasal dari gua penyihir yang hancur itu, dan terbentuklah Lago delle Streghe.

Lago delle Streghe (danau para penyihir).

Siang hari di musim panas memang panjang.  Bagaikan perjalanan panjang kami hari itu, melanglang buana ke dunia yang lain. Kehidupan para penyihir yang penuh legenda dan kisah nyata. Mungkin karena mitos, suasana danau yang tenang dan nyaman ini, membuat saya enggan pulang. Namun waktu sudah menunjukan saatnya pulang, kaki lelah pun terpaksa melangkah. Seandainya bukan legenda dan mereka itu ada, mungkin sapu terbangnya bisa membawa saya secepat kilat sampai di rumah. Arrivederci…

Trailer  acara Le Streghe della valle Antigorio : 

Sumber :
http://www.ossolanews.it/ossola-news/a-croveo-tornano-le-streghe-2951.html

Simbol modern kota Milan.


Bosco Verticale (hutan vertikal) adalah kompleks apartemen yang dirancang oleh arsitek Italia bernama Stefano Boeri. Terdiri dari dua bangunan berbentuk menara, dengan ketinggian masing-masing 110 m dan 76 m. Terletak di distrik isola, kawasan bisnis kota Milan, tepatnya di depan stasiun kereta api Porta Garibaldi.

Apartemen Bosco Verticale sebenarnya menawarkan gaya hidup baru. Gaya hidup modern yang penuh kenyamanan dan keamanan, dipadu dengan keinginan hidup di ekosistem alami. Sebuah ide bangunan yang sangat mendukung proyek reboisasi, memberikan kontribusi untuk regenerasi lingkungan dan keanekaragaman hayati perkotaan tanpa harus memperluas area kota.

Tahun 2014, Bosco Verticale memenangkan “International highrise award”, sebuah penghargaan international untuk bangunan bertingkat tinggi dalam desain arsitektur). Dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Dewan Bangunan Tinggi dan Habitat Perkotaan dan diikuti oleh 800 gedung pencakar langit di seluruh dunia, bangunan ini juga memenangkan penghargaan sebagai "gedung pencakar langit paling indah dan inovatif di dunia".

Tampak dari depan stasiun kereta api Porta Garibaldi Milan.

Bosco verticale bagaikan pemadatan unsur - unsur dan suasana alam di dalam kota. Menjadi rumah bagi 800 pohon (masing-masing 3, 6 dan 9 meter), 4.500 semak dan 15.000 tanaman. Terdiri dari berbagai macam tanaman hijau dan tanaman berbunga. Didistribusikan ke setiap lantai dan ditempatkan disesuaikan dengan posisi bangunan terhadap sinar matahari.

Sistem tanaman bangunan ini sangat membantu dalam menciptakan iklim mikro, membantu menciptakan kelembaban, menyerap CO2, mengurangi debu dan menghasilkan oksigen. Begitupun dengan daun – daunnya yang rimbun, bisa melindungi manusia dan rumah dari sinar matahari dan polusi suara.

Berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh subur di bosco verticale, membuat berbagai jenis serangga dan burung berdatangan membuat sarang. Apalagi di musim semi, waktu dimana bunga-bunga bermekaran dan daun – daun mulai tumbuh. Menjadikan bangunan inis sebuah simbol spontan kota kolonisasi baik tumbuhan maupun hewan. 



Dalam proses pembangunannya, hutan vertikal juga melalui berbagai tahapan yang rumit. Dalam kurun waktu dua tahun, bekerjasama dengan ahli botani, tanaman-tanaman dibudidayakan terlebih dahulu di tempat pembibitan. Pengelolaan tanaman pun mengikuti peraturan yang ditetapkan, seperti: vas, pengaturan dan jumlah tanaman di setiap lantai apartemen dan perhitungan yang akurat akan kebutuhan air yang diperlukan untuk semua jenis tanaman. 

Pengairan pohon pohon ini menggunakan sistem irigasi tetes yang diatur di pusat penampungan. Air yang digunakan diambil dari air pembuangan ( sudah melalui proses penjernihan) dan air tanah yang disatukan di dalam tangki penampungan. Air kemudian dialirkan melalui jaringan pipa irigasi.

Pipa-pipa yang digunakan juga memiliki daya tahan terhadap suhu rendah, sehingga secara otomatis aliran air terhenti saat suhu dibawah nol derajat . Pengontrolan dilakukan oleh serangkaian sensor pemantau jarak jauh, yang sekaligus bisa mendeteksi jika terjadi malfungsi. 

Pasokan air ke setiap tanaman diatur oleh perangkat kontrol yang terdiri dari katup pembuangan, regulator tekanan dan beberapa unit filter. Irigasi dikendalikan secara elektrik, yang mampu menghitung kebutuhan riil air yang perlukan oleh setiap tanaman. Setiap katup di sistim irigasi juga tidak saling ketergantungan satu dengan yang lain, sehingga menjamin aliran air berjalan dengan baik.


Dari arah depan, bangunan ini terlihat seperti sebuah hotel. Memiliki atrium berdinding kaca dan keamanan yang begitu ketat. Semua jendela di apartemen ini menghadap ke kota dengan pemandangan yang sensasional. Sedangkan bagian dalam apartemen masing – masing seluas 200 meter persegi ini dirancang oleh Matteo Nunziati.

Karena sebuah kompleks perumahan, rasanya agak sulit bagi kita untuk merasakan dan melihat suasana di dalam gedung. Tapi tepat didepan bangunan ini, ada sebuah taman yang luas dan dilengkapi dengan kursi – kursi taman. Jadi meskipun kita berada di tengah kota Milan yang sibuk, kita tetap bisa merasakan suasana yang tenang, bisa menghirup udara yang segar, sambil mendengarkan kicauan burung dan suara daun yang bersentuhan tertiup angin.


Kini konsep hunian hutan perkotaan “Stefano Boeri” dikembangkan di banyak negara, seperti : Prancis, Albania, Swiss, Cina dan lain – lain. Di Italia sendiri, studio “Stefano Boeri” sedang menjalankan proyek perumahan baru dengan nama “Ca’ delle Alzaie” di tepi sungai Sile, di kota kuno Treviso. 

Di tempat ini, studio Boeri akan membangun tiga kompleks perumahan hutan vertikal. Dibangun di sebuah pabrik yang sudah tidak terpakai, tidak jauh dari pusat kota dan berada di viale IV Novembre, salah satu jalan terpenting di kota ini. Mampukah arsitek Stefano Boeri menerima tantangan ini ? kita tunggu hasilnya. Arrivederci….


Trailer Bosco Verticale Milan :



Kue-kue manis khas Italia.


Artikel saya ini, terinspirasi dari teman-teman  di Indonesia, saat mempersiapkan berbagai momen manis dalam menyambut hari raya keagamaan. Membuat berbagai macam kue kering, mempersiapkan segala keperluan mudik dan berbagai persiapan lainnya. Saya juga ingin bercerita tentang berbagai kue manis di Italia yang rasa dan bentuknya, mirip dengan kue - kue traditional Indonesia.

Sama seperti Indonesia, Italia juga memiliki kue-kue traditional yang khas dengan resep-resep sederhana, dari wilayah Utara sampai Selatan. Kalau membayangkan kue nastar yang lembut di mulut, kue kembang goyang yang renyah atau tape ketan yang berair manis, memang agak sulit ditemukan di sini. Tapi kalau bentuknya mirip dan resepnya tidak jauh berbeda, saya pernah mencobanya. 

Saya awali dengan kue kering yang satu ini, yang pasti semua orang tahu. Di Indonesia kue putri salju biasanya menjadi sajian khas pada hari raya seperti Idul Fitri, Natal dan tahun baru Imlek. Kue kering ini banyak digemari karena rasanya yang enak, bertabur gula halus yang rapuh saat digigit dan terasa dingin saat di mulut. 

Canestrelli.

Di Italia, kue ini juga ada namanya canestrelli. Bentuknya enam kelopak bunga sederhana dan termasuk salah satu kue yang paling populer di sini. Kue ini sudah ada sejak tahun 1820, di kota Genoa. Sampai sekarang, canestrelli selalu hadir di meja keluarga-keluarga Italia, untuk menemani sarapan pagi atau teman minum teh di sore hari.

Kue selanjutnya bernama cantuccini, kue kering khas wilayah Toscana. Di Indonesia, kue ini mirip dengan roti kering bagelen, kue kesukaan saya, ketika tinggal di Bandung. Beda hanya sedikit, kalau kue bagelen diolesi krem manis, kalau cantuccini bercampur kacang almond yang masih utuh. Di sini, kue ini biasanya disajikan sebagai makanan penutup bersama wine khas Toscana (vin santo). 

Cantuccini.

Sepuluh tahun yang lalu, ketika saya masih bekerja dan tinggal di Serang-Banten. Setiap pulang mudik, teman saya dari Kebumen selalu membawakan saya oleh-oleh kue jipang. Kue berbahan dasar beras ketan yang dicampur dengan air gula. Kue Jipang ini, sepertinya  hampir ada di seluruh kota-kota di Indonesia termasuk di kota Serang. 

Di Italia, kue yang mirip dengan kue jipang  pun ada. Sang pembalap Valentino Rossi pasti tahu, karena kue yang bernama cicerchiata berasal dari kampung halamannya. Kue ini dikenal sebagai produk makanan pertanian traditional di daerah Abruzzo, Marche, Molise dan Umbria. Cicerchiata selalu ada saat pesta karnaval tahunan, sekitar bulan Februari-Maret. 

Cara membuatnya pun mirip dengan kue Jipang. Sedikit berbeda dari  bahan dasarnya saja. Kalau cicerchiata menggunakan tepung terigu, kemudian dibalut campuran gula dan madu. Kalau jipang,  menggunakan beras ketan hitam atau ketan putih, kemudian dibalut campuran gula dan kacang tanah. 

Cicerchiata. 

Saya menyebutnya kue akar kelapa, kue khas Betawi yang selalu disajikan di saat Lebaran. Nama "akar kelapa" diambil dari bentuknya yang mirip dengan akar kelapa. Tapi di Italia , kue ini bernama krumiri. Diciptakan sekitar tahun 1878,  oleh Domenico Rossi, seorang pemilik toko kue di kota Casale Monferrato, Piemonte.

Konon, bentuk kue ini diambil dari bentuk kumis sang Raja,  yang bernama Vittorio Emanuele II dari Kerajaan Savoia. Raja Vittorio Emanuele II meninggal di tahun yang sama. Sebagai bentuk penghormatan atas kematian rajanya, Domenico Rossi  kemudian terinspirasi membuat kue ini. Sampai sekarang, toko kue Krumiri Rossi” yang masih berdiri kokoh di jalan Giovanni Lanza 17 kota Casale Monferrato.

Krumiri.

Kue yang satu ini baik di Indonesia maupun di Italia benar-benar mirip. Baik dari bentuk, rasa maupun resepnya. Bedanya, kalau di Indonesia, banyak orang suka tertipu, kaleng luarnya biskuit “Khong Guan” tapi  isinya kue kembang goyang. Di Italia,  kue kembang goyang namanya frittelle Altoatesine. Berasal dari kota Trentino Alto Adige, kemudian menyebar ke kota-kota lainnya di Italia. Sama-sama mendapat julukan kue kampung, meskipun berbeda bentuk, namun hampir sama rasanya. Kue ini selalu hadir saat musim karnaval tahunan di seluruh kota-kota Italia. 

Frittelle Altoatesine.

Kue ini masih ada ketika saya  masih kecil. Berbentuk angka delapan, berbalut gula putih dan paling enak, jika dinikmati dengan secangkir teh hangat. Kue krakeling namanya tapi saya selalu menyebutnya kue angka delapan. Ini kue traditional dari Sumatera Utara,  yang menggunakan tepung ketan sebagai bahan dasarnya. 

Tapi di Italia, kue ini bernama taralli manis, kue traditional dari Puglia dan di beberapa daerah di wilayah Campania. Kue taralli manis terbuat dari tepung terigu, telur, minyak dan air. Memiliki bentuk seperti donat kecil, lembut, harum dan ditutupi dengan glasir ( campuran gula putih dan air). Biasanya disajikan pada hari Paskah, sebagai makanan penutup atau saat sarapan pagi. 

Taralli manis.

Baik di Indonesia maupun Italia selalu hadir di momen-momen special, kue-kue manis yang saya ceritakan tadi, selalu tersusun rapi di toples-toples cantik atau di kaleng-kaleng yang beraneka bentuk dan warna.  Menjadi sarana silaturahmi antar anggota keluarga, kerabat dan teman. Saat berkumpul untuk mengukir berbagai cerita suka dan duka, memahat pengalaman manis dan indah yang akan tersimpan di dalam hati. Peristiwa yang akan terus berulang, dirayakan dan dilakukan oleh siapapun sebagai bentuk refleksi diri, supaya kita semua menjadi lebih baik kedepannya. Arrivederci.. 

Trailer kue-kue manis di Italia :

Sumber :
https://www.dissapore.com/grande-notizia/mappa-dei-dolci-regionali-italiani/

Alberobello, sebuah desa unik di Italia.

http://www.gnv.it/viedelmare/wp-content/uploads/2017/03/Trulli-Alberobello.jpg

Berkunjung ke kota Alberobello akan membuat kita berdecak kagum. Sebuah kotamadya berpenduduk 10.708 jiwa di provinsi Bari wilayah Puglia, Italia Selatan. Kota kecil yang dikenal karena rumah khasnya yang disebut trullo, di kawasan "Murgia dei trulli”. Sebuah kawasan yang meliputi dataran tinggi Murge dan lembah Itria.

Melihat bangunan-bangunan ini, akan mengingatkan kita rumah–rumah di zaman prasejarah. Trulli ( karena banyak trullo) di kota Alberobello termasuk trulli tertua yang diperkirakan dibangun sejak abad ke-14. Untuk melindungi keunikannya, sejak desember 1996, kawasan ini dilindungi oleh UNESCO sebagai situs warisan dunia. 

Sejak dahulu, daerah bertanah merah ini merupakan lahan pertanian yang subur. Penuh dengan pohon anggur, pohon oak, dan pohon zaitun. Di sinilah rumah-rumah trulli bertebaran. Rumah kuno yang disusun dari batu kering dengan atap berbentuk kerucut. 

Alberobello berasal dari bahasa Latin “Sylva Arboris Belli” atau “hutan pohon perang”. Pada masa itu, kawasan ini memang tertutupi oleh pohon-pohon yang tumbuh subur. Antara tahun 1400 – 1500, sekelompok petani dari Conservano memutuskan menetap, kemudian membangun rumah-rumah mereka menggunakan material yang ada.

Trulli di kota Alberobello. 

Meskipun terlihat sederhana, trulli bisa menjadi contoh brilian dari arsitek-arsitek masa itu. Mereka menggunakan gaya arsitektur yang  berbeda di zamannya. Sebuah ekspresi dan ide cemerlang dari generasi petani dan penggembala. Menggunakan kemampuan dan kreatifitas yang mereka miliki, disesuaikan dengan kebutuhan mereka saat itu.

Pada umumnya, Trulli berfungsi sebagai tempat tinggal sementara pemilik tanah, para petani dan penggembala. Bangunannya memiliki struktur yang sangat baik dan ekonomis. Berdinding tebal dan dicat kapur berwarna putih yang berfungsi sebagai penyeimbang panas. Bisa mempertahankan panas pada musim dingin dan melepas dingin di musim panas. 

Atap rumah trulli berbentuk kerucut, tanpa kayu dan tiang penopang. Ini berfungsi mengarahkan air hujan supaya mengalir ke tempat penampungan. Air yang terkumpul nantinya dipergunakan untuk mencukupi kehidupan mereka dan ternak – ternak yang mereka miliki. 

Trulli juga dibangun dari batu kapur kering tanpa pengikat apapun. Tujuannya supaya rumah mudah dibongkar dengan mudah dan cepat. Mereka berusaha untuk menghindari pajak rumah yang dibebankan oleh para tuan tanah. Sebuah peraturan yang sangat membebani mereka dari Kerajaan Naples. Peraturan kewajiban membayar pajak untuk setiap pemukiman baru di daerah kekuasaannya.

Trulli kuno. 

Namun ada yang menarik dari rumah trulli ini, yaitu simbol atau tanda yang tertulis di depan atapnya. Kalau kita perhatikan, tanda-tanda itu seperti simbol-simbol magis dan ritus keagamaan. Ada simbol Kekristenan ( salib, cawan ekaristi), simbol Pagan ( tanduk sapi, ayam jantan, ular, tapal kuda), simbol geometris kuno (lingkaran, segitiga), simbol astrologi ( zodiak, matahari ) dan masih banyak juga simbol yang lain. 

Simbol yang membuktikan kalau masyarakat pada waktu itu memiliki asal-usul dan keyakinan berbeda. Simbol yang mengandung banyak makna, dan yang paling umum adalah simbol untuk melindungi keluarga yang tinggal di trullo dari kuasa kegelapan dan kejahatan. Ada juga simbol-simbol bentuk penyembahan dan permohonan kepada dewa-dewi Pagan supaya mendapatkan hasil panen yang baik.

Berbagai simbol diatap kerucut.

Masih dalam area yang sama di wilayah Murgie dan lembah Itria, dataran dan lembah yang penuh dengan kebun anggur dan kebun zaitun. Selain kota Alberobello, ada kota-kota kecil lainnya yang tak kalah menariknya. Kota-kota ini letaknya berdekatan satu dengan yang lainnya, seperti: kota Locorotondo, Martina Franca dan Cisternino.

Kemudian ada dataran Fasano, tempat dimana kita bisa beristirahat di rumah-rumah pertanian bersejarah. Ada kawasan yang diubah menjadi sebuah resort kesehatan dengan kebun-kebun herbal aromatik. Dan rumah-rumah kuno yang tetap dipertahankan keasliannya, lengkap dengan teras yang menawarkan pemandangan yang indah. 

Salah satu toko souvenir di kota Alberobello.

Karena banyak hal yang menarik, kawasan ini selalu ramai dikunjungi para turis, baik asing maupun lokal. Mereka biasanya menginap di trulli yang sudah disulap menjadi hotel-hotel yang bagus, tanpa merubah bentuk aslinya. Di sini para turis bisa merasakan bagaimana menjadi tuan-tuan tanah di masa lalu, berkat pelayanan hotel yang baik dan memuaskan. 

Tapi banyak juga turis yang tertarik untuk menyewa trulli milik penduduk setempat. Dengan cara ini mereka bisa merasakan bagaimana hidup keseharian masyarakat di abad ke-14. 

Tempat ini juga bagaikan surga bagi para pencinta alam. Mereka bisa bersepeda atau berjalan kaki bersama. Menyusuri setiap tempat yang meninggalkan jejak-jejak sejarah yang  penuh  makna, salah satunya tentang toleransi dengan sesama. 

Walaupun mereka berbeda, para petani dan penggembala ternak selalu bekerja sama. Saat mereka menanam maupun memanen. Saling menjaga ternak-ternak milik mereka baik siang maupun malam. Bahu-membahu membangun rumah saat yang lainnya membutuhkan tempat untuk berteduh. Kehidupan mereka bagaikan sebuah peribahasa yang mengandung arti yang sangat dalam: berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.  Arrivederci…

Trailer Alberobello:




Sumber :
http://www.lastampa.it/2018/02/09/societa/alberobello-i-misteriosi-segni-sul-cono-dei-trulli-VuhCGguj4XKdif40v05uKI/pagina.html








More articles

Holocaust Memorial Milan.

Other posts