Monday, February 18, 2019

Mata air Dewa di Umbria, Italia.



Mata air “Clitunno”, demikian masyarakat Italia menyebutnya. Air yang keluar dari retakan batu, membentuk kolam, kemudian menjadi sungai yang mengalir sejauh 60 km di wilayah Umbria, Italia tengah. Terletak di wilayah sepanjang jalan kuno Via Flaminia, diantara kota Spoleto dan Foligno. Mata air yang telah memberikan kehidupan bagi masyarakat di kota Pissignano, Cannaiola, Trevi, Bevagna dan bermuara di sungai Tevere (Tiber). Sejak tahun 2011, kawasan ini masuk dalam daftar perlindungan UNESCO.

Di zaman kuno, mata air ini dipercaya sebagai penjelmaan dewa Clitumnus. Bagi kaum pagan (kepercayaan kuno), hutan, sungai, gua, adalah tempat yang menyembunyikan kehidupan lain yang misterius. Bagaikan cermin, air juga menyembunyikan dunia yang lain dan sungai itu sendiri adalah Dewa. Selama bulan Mei, bangsa Etruria ( bangsa kuno yang menguasai wilayah Umbria waktu itu), melakukan ritual clitumnalia suci di tempat ini.

Sekitar tahun 217 SM, dalam perang Punisia ke-dua, bangsa Romawi kuno berhasil menguasai kawasan ini. Mereka juga menyebutnya mata air “Dio Giove Clitunno” (Dewa Jupiter Clitunno). Seperti yang tercantum dalam prasasti kuno: “Giove Clitumno ,Clitumnus Umbriae, ubi Juppiter eodem nomine est”, yang artinya "Dewa Clitumno dari Umbria, yang disebut juga Jupiter".

Patung Dio Giove Clitunno.

Dalam mitologi Romawi, Giove (latin: Iupiter, Iuppiter, Iovem, atau Diespiter), adalah dewa tertinggi di dunia dewa. Prinsip yang sama digunakan dalam mitologi Yunani, yang dikenal dengan nama dewa Zeus dan Tinia dalam agama Etruscan. Dewa dengan simbol petir dan guntur, putra dari dewa Saturnus dan dewi Opi.

Di masa kejayaan Romawi kuno, perahu – perahu di sungai Clitunno bisa berlayar sampai ke Roma. Di sepanjang tepinya, berderet rumah – rumah megah dan spa, tempat para bangsawan memanjakan diri. Saat Imperator Caligola berkuasa, kawasan ini dikenal juga sebagai tempat melakukan ritual. Tidak jauh dari sumber mata air, mereka membangun tiga buah kuil penghormatan bagi sang Dewa. 

Kuil Clintunno adalah salah satu kuil yang masih berdiri kokoh sampai sekarang. Terletak di kota Campello sul Clitunno, 1 km jauhnya dari mata air sang Dewa. Dibangun sekitar abad pertengahan, dengan karya seni bernilai tinggi. Berbentuk candi klasik, memiliki altar, empat pilar bergaya korintus dan ada dua tangga batu disetiap sisinya.

Kuil “Clitunno“.

Di periode awal keKristenan, kuil Clintunno berubah menjadi sebuah gereja. Didedikasikan untuk Santo Salvatore dan dipergunakan sebagai tempat ibadah selama bertahun – tahun. Gereja kuil ini dianggap sebagai mahakarya berharga oleh para ahli, karena dibangun oleh para arsitek hebat di masanya, seperti: Andea Palladio, Giocanni Battista Piranesi dan Luigi Vanvitelli.

Kawasan ini sempat porak poranda, ketika dua gempa besar terjadi di Italia. Gempa Costantinopoli tahun 446 dan gempa L'Aquila pada tahun 1703. Dicoba dibangun kembali seperti semula, namun tidak berhasil. Pada tahun 1860 – 1865, atas perintah Paolo Campello della Spina, tanah – tanah di area ini sebagian dipindahkan. Dengan proyek ini kolam Clintunno menjadi lebih luas dan vegetasi lingkungan pun berkembang.

Sejak diresmikan tahun 1852, tempat ini belum terlalu dikenal di dunia pariwisata, bahkan dikalangan masyarakat Italia sendiri. Mungkin karena terlihat sederhana dan dibiarkan terlihat alami. Namun bagi beberapa kalangan, tempat ini memyimpan kesan dan daya tariknya tersendiri.

Prasasti Carducci.

Mereka adalah para pelukis dan penyair, yang terinspirasi oleh keindahan dan kedamaian tempat ini. Beberapa seniman, baik dari Italia maupun mancanegara, menyelipkan nama Clintunno dalam karya – karya besarnya. Diantaranya: penyair Inggris, Thomas Macaulay dalam karyanya “Canti di Roma antica” dan penyair Polandia, Ladislao Kulczycki yang menyebut “Sacro Fiume”( sungai suci) dalam syair lagunya.

Pada tahun 1876, penyair Italia Giosuè Carducci, mengungkapkan kegaguman tempat ini dalam puisinya. Bahkan namanya terukir dalam sebuah prasasti, ketika berkunjung ke tempat ini tahun 1910. Prasasti berbentuk lempeng marmer yang diukir oleh Leonardo Bistolfi dan Ugo Ojetti untuk reliefnya. 

Dengan luas sekitar 160.000 m2, danau Clintunno juga memiliki keanekaragaman hayati didalamnya. Dari lumut, hippuris vulgaris (ekor kuda air), alisma, callitrice stagnalis dan berbagai jenis tumbuhan air lainnya. Di tepi danau, berbaris rapih pohon pòpulus nigra (salah satu jenis pohon cemara), Fraxinus excelsior, cupressus dan pohon salix babylonica ( berasal dari Cina utara).

Mengunjungi tempat ini, bukan sekedar melihat mata air semata. Sejarah dan seni sastranya juga menarik untuk dipelajari. Cukup membayar tiket masuk € 3 per orang, tiket itu berlaku sepanjang hari. Di dalam area, ada sebuah restoran yang menawarkan berbagai menu khas Umbria. Jika membawa bekal dari rumah, area piknik tersedia juga di tempat ini. 



Berjalan santai di sekitar danau, adalah kegiatan yang menyenangkan di awal musim panas. Menghirup udara segar di bawah naungan tanaman hijau nan rimbun, sambil mendengarkan kicauan burung – burung bernyanyi. Saat hening, perhatikan gerak – gerik ikan di danau, yang menari bahagia melihat mentari.

Ketika lelah berjalan, silahkan duduk santai di kursi kayu. Mendengarkan gemericik suara air sungai yang mengalir atau mendengar riuh rendah suara bebek dan angsa yang sibuk berenang tanpa lelah. Kadang – kadang suasana berubah melankonis, saat muncul warna – warni alami, karena pantulan cahaya dari air sungai yang jernih. 

Bersemedi dan melakukan relaksasi adalah kegiatan yang lebih menyenangkan lagi. Menikmati hembusan angin yang membawa aroma kuno, yang terjaga selama berabad – abad. Membayangkan jika aura mistik itu benar – benar ada, dan isi puisi itu nyata: “Ma tu, o Clitumno! Dalla tua dolcissima onda del più lucente cristallo che mai abbia offerto rifugio a ninfa fluviale”…..

Trailer Fonti-Clitunno: 


Thursday, February 14, 2019

Mengenang Santo Valentinus dari Terni.


                          ( foto: Arsip Basilika San Valentino)

Terni adalah kota cinta, karena di kota inilah “acara khusus untuk semua kekasih” itu berasal. Jejak – jejak kehidupan “Santo pelindung kekasih” masih terlihat jelas di kota ini, bahkan menjadi Santo pelindung kota Terni itu sendiri. Catatan tertua tentang Santo Valentinus ( Italia: San Valentino) dapat ditelusuri dari dokumen resmi Gereja abad V-VI M dan abad VIII, yang menceritakan tentang kematiannya sebagai seorang martir.

San Valentino lahir di kota Terni (dahulu : Interamna Nahara), tahun 176 M, dari keluarga bangsawan. Ia bertobat di usia 21 tahun. Berkat semangatnya, pada tahun 197 M, ia ditahbiskan menjadi uskup kota Terni oleh  Santo Felicianus.

Pada tahun 270 M, ia pergi ke Roma untuk mengabarkan Injil dan mengajak orang – orang kafir bertobat. Semangatnya tidak bisa luput dari perhatian penguasa Roma, yang berusaha membujuknya untuk kembali ke paganisme. Namun San Valentino menolak, ia tetap teguh mempertahankan imannya. 

Atas perintah Marcus Aurelius Flavius Valerius Claudius atau Claudius II ( berkuasa: 213 -270 M), San Valentino ditangkap untuk pertama kalinya, ia diampuni dan dibebaskan. Bersama dengan St. Mario dan keluarganya, ia melayani para martir yang dipenjara. Meskipun penganiayaan terhadap orang-orang Kristen tiada henti, ia terus mengabarkan injil dan pertobatan, popularitasnya pun meningkat di seluruh kekaisaran.


                                   ( foto: Arsip Basilika San Valentino)

Pada tanggal 14 Februari 273 M, para prajurit romawi pun menangkapnya untuk kedua kalinya. Atas perintah Imperator Lucius Domitian Aureliano, ia dicambuk di sepanjang jalan Flaminia Roma, kemudian dihukum mati di usia 97, dengan cara dipenggal oleh prajurit Furius Placidus.

Tubuhnya kemudian dimakamkan di pemakaman di Via Flaminia. Tetapi murid-muridnya Procolo, Efebo dan Apollonio, menggali kuburan itu dan membawa jenazahnya ke Terni, ke tanah kelahirannya, di mana ia menjadi uskup.

Namanya kembali diangkat oleh Paus Gelasius, ketika menetapkan tanggal 14 Februari 496 sebagai hari St. Valentine. Keputusan diambil sesuai dekrit 496, untuk mengakhiri pesta "Lupercalia" paganisme, yang populer dilakukan orang – orang Romawi. Menyembah berhala dengan melakukan ritual pengorbanan kepada dewa Lupercus (dewa kesuburan), yang berlangsung dari tanggal 13- 15  Februari.

Berbagai kisah hidup San Valentino diceritakan banyak orang secara turun temurun. Salah satu kisah menceritakan saat San Valentino membela kaum muda dalam memperjuangkan cinta mereka. Ia menjadi orang religius pertama yang memberkati pernikahan sepasang kekasih “Sabino e Serapia” yang berbeda iman. Perwira muda romawi Sabino pagan dengan gadis muda kristen, Ternana Serapia


"Sabino dan Serapia”. ( foto: Arsip Basilika San Valentino)

Pernikahan ini, menjadi salah satu alasan, mengapa San Valentino dipenggal. Hukum Romawi waktu itu, melarang kaum muda menikah. Karena kaum pria dianggap lebih berguna di medan perang daripada di rumah bersama istrinya. Dengan menikahkan “Sabino e Serapia”, San Valentino dianggap menentang hukum dan melakukan kejahatan serius di mata penguasa. 

Kisah lainnya menceritakan San Valentino selalu mengajarkan kasih sayang dan mendamaikan banyak orang. Ia mendamaikan sepasang kekasih, yang sedang bertengkar di sebuah taman. Pergi menemuinya, memberi mereka bunga mawar dan meminta mereka untuk berdamai. Kemudian ia berdoa agar Tuhan menjaga cinta mereka tetap hidup selamanya. Beberapa waktu kemudian pasangan itu kembali ke San Valentino, memohon diberkati pernikahannya.

Ia juga dikenal sangat menyayangi anak – anak. Setiap sore, ketika keluar dari kapel, ia selalu menghampiri anak – anak yang sedang bermain di sebuah taman. Memberkati mereka, kemudian memberi mereka masing-masing setangkai bunga. Ia berharap akan tumbuh rasa sayang di hati anak- anak itu, kepada orang tua, keluarga dan sesama.


Basilika San Valentino di kota Terni. ( foto: Arsip Basilika San Valentino)

Pada saat penguasa Romawi menangkap dan memasukannya ke penjara. San Valentino selalu membuat sebuah catatan kecil untuk anak – anak yang disayanginya. Berharap suatu hari, ada burung merpati yang hinggap di jendela selnya. Sehingga,  ia bisa mengikat catatan itu dilehernya dan menyampaikan pesan itu: "A tutti i bambini che amo.. dal vostro Valentino” (Untuk semua anak yang aku cintai ... dari Valentino).

Kemudian tentang perasaan sayangnya kepada gadis buta dan kepeduliannya kepada penderita epilepsi. Nama Santo dikukuhkan oleh Paus Gregorius Agung, sebagai “valorem tenens”, seseorang yang bertahan dalam kekudusan. Ia pun dihormati sebagai orang suci oleh Gereja Katolik, oleh Gereja Ortodoks dan Gereja Anglikan

Abad ke-4 M, di atas pemakaman kristen kuno Terni, dibangun Basilika San Valentino. Namun, bersama-sama dengan kota Terni, basilika San Valentino pun dihancurkan oleh bangsa Goth (suku-suku Jermanik timur/Scandinavia), ketika menyerbu Eropa tengah-selatan tahun 541 M. Pada abad ke-7 M, Gereja kembali dibangun  oleh ordo Benediktin, dalam dua tahap. Yang pertama antara tahun 625 – 632 M dan yang kedua antara tahun  642 – 648 M.


Altar Basilika San Valentino. ( foto: Arsip Basilika San Valentino)

Basilika San Valentino yang sekarang, dibangun pada tahun 1605, di atas puing-puing gereja sebelumnya. Tepat di atas makam martir, dibangun sebuah altar. Di tengahnya terdapat sebuah lukisan abad ke-17 yang menceritakan kemartiran Santo. Di gereja ini, setiap tanggal 14 Februari, diadakan "Festa della Promessa”. Ibadah yang diikuti ratusan pasangan yang datang dari seluruh Italia, untuk berjanji saling mengasihi atau memperbaharui kembali janji nikah mereka.

Di negara-negara yang berbudaya Anglo-Saxon ( Inggris, Irlandia, Amerika Serikat dan Australia), hari Valentine mempunyai ciri khasnya tersendiri. Berawal dari sebuah puisi “Parlement of Foules” yang ditulis Geoffrey Chaucer tahun 1382, menjadikan hari Valentine identik dengan pertukaran kartu dalam berbagai bentuk dan simbol, seperti : berbentuk hati, merpati, gambar Cupid dan lain – lain.

Di abad ke-19, terinspirasi dari tradisi di Inggris, beberapa pengusaha Amerika Serikat seperti Esther Howland (1828-1904) mulai memproduksi kartu Hari Valentine berskala industri. Proses yang mendorong komersialisasi, yang menjadikan hari Valentine menjadi tradisi populer di dunia. Komersialisasi itu terus berlanjut sampai sekarang. Ketika tradisi kartu cinta berubah menjadi tradisi bertukar hadiah dengan sekotak coklat, karangan bunga atau perhiasan. Buon San Valentino …

Trailer "Festa della Promessa” di kota Terni:


Sumber : https://www.focus.it/cultura/storia/san-valentino-storia

More articles

Holocaust Memorial Milan.

Other posts