Wednesday, December 25, 2019

Pohon natal terbesar di dunia.



Pohon Natal itu ada di lereng Gunung Ingino, di atas kota Gubbio, salah satu kota abad pertengahan di Umbria, Italia. Pohon natal yang dibuat setiap tahun, yang dibentuk dari lampu – lampu bercahaya sepanjang 8 kilometer, dengan luas alas 450 meter, tinggi 750 meter, menempati ruang seluas 130.000 meter persegi atau setara dengan tiga puluh kali luas lapangan sepak bola. 

Lebih dari 800 sumber cahaya menghiasi pohon natal itu: 200 lampu untuk bintang komet dibagian atasnya, 300 lampu warna hijau cerah yang menggambarkan bentuk pohon dan 400 lebih lampu warna-warni menghiasi bagian tengahnya. Mulai dibentuk dari tembok kota Gubbio sampai ke Basilika Sant'Ubaldo yang terletak di puncak gunung. Di bawah pohon dilengkapi dengan diorama natal berukuran besar dari bahan natural.

Pohon Natal Gubbio diciptakan untuk pertama kali pada tahun 1981, oleh sekelompok sukarelawan bernama 'alberaioli'. Sejak saat itu, para sukarelawan selalu membuat pohon itu setiap Natal, yang membutuhkan waktu sekitar 1.300 jam kerja untuk mewujudkannya. Karena keunikannya, tahun 1991, pohon natal Gubbio masuk dalam “Guinness Book of World Christmas Tree Records”.

Salah satu sudut kota Gubbio.

Sesuai tradisi, pohon natal itu selalu dinyalakan setiap tanggal 7 Desember dan dimatikan tanggal 12 Januari. Karena bertepatan dengan dengan peringatan ulang tahun ke-108, pertemuan antara Santo Fransiskus dan Sultan Mesir Malik El Kamil, penyalaan lampu pohon natal tahun ini, dilakukan oleh Pastor Francesco Patton melalui layar sentuh tablet, langsung dari Church of Nativity di Betlehem.

Disaksikan para pengunjung yang hadir, pejabat Gubbio maupun pejabat di Betlehem, lampu pohon natal terbesar dunia itu pun menyala. Menerangi kota abad pertengahan yang indah, dari jam 6 sore sampai larut malam. “ Pohon natal dari cahaya Betlehem, simbol harapan perdamaian dan persaudaraan, semoga cahayanya bisa terpancar ke seluruh dunia”, demikian harapan Pastor Francesco Patton dalam kata sambutannya.

Pohon natal bukan satu-satunya daya tarik kota Gubbio saat Desember. Karena setiap akhir tahun, kota ini selalu berubah. Kota yang selalu mengajak pengunjung bermain di antara masa lalu dan masa depan, di antara keindahan kota abad pertengahan, tradisi Natal dan teknologi inovatif. Gubbio pun berubah menjadi kota natal sejati, desa yang menyenangkan dan negeri dongeng yang penuh keajaiban.

Distrik San Martino.

Pengunjung bisa menaiki kereta santa yang ditarik oleh kuda atau kereta Natal Gubbio Express di Piazza 40 Martiri. Mengunjungi rumah Santa, desa peri dan menikmati keajaiban cokelat di Piazzale Frondizi. Bermain Ice Skating atau menikmati pemandangan kota Gubbio dari atas bianglala raksasa. Melalui pertunjukkan “video mapping 3D” di Palazzo dei Consoli, untuk melihat bentuk - bentuk bangunan dari perspektif baru.

Ada pasar natal di Corso Garibaldi yang khusus menjual produk – produk lokal dan pernak - pernik natal. Lokakarya yang didedikasikan untuk anak-anak dan orang dewasa di Galleria della Porta dan jalanan kuartir l, disulap menjadi desa di abad pertengahan, tempat pengunjung merasakan suasana kehidupan sehari – hari para leluhur Umbria. 

Di distrik San Pietro, pengunjung bisa berpartisipasi langsung dalam membuat kerajinan kuno dan berpenampilan layaknya orang - orang yang hidup di masa itu. Yang lebih mengesankan lagi, ada distrik San Martino, tempat 120 patung – patung kerajinan kuno, adegan kehidupan manusia sehari-hari dan kisah – kisah di dalam alkitab, yang ukurannya persis seperti aslinya.

Kereta gantung Gubbio.

Bagi yang suka kuliner, berbagai masakan khas Gubbio juga hadir di acara ini. Dari berbagai menu daging yang lezat, ham, bacon, keju, dan lain - lain. Akan tetapi truffle ( il tartufo bianco) adalah jamur khas dan tumbuh subur di daerah ini. Salah satu jenis jamur hypogean (yang hidup di bawah tanah), yang memiliki aroma khas untuk berbagai menu pasta dan risotto.

Jika cuaca cerah dan tidak takut pada ketinggian, pengunjung bisa naik kereta gantung unik menuju Basilika Sant'Ubaldo, yang berada di puncak gunung Ingino. Menikmati kota Gubbio dari ketinggian, melihat pemandangan pegunungan Apennines antara Umbria-Marche Apennines, melintasi bukit “Colle Elleto” yang penuh dengan hutan pinus, sampai di puncak Gunung Ingino (lebih dari 900 meter). Namun Basilika Sant'Ubaldo juga bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau naik kendaraan.

Meskipun bangunannya terlihat sederhana, Basilika Sant'Ubaldo memiliki sejarah yang berharga. Gereja yang dibangun antara tahun 1513 - 1527 dan diperluas pada awal abad ke-16 M. Di dalam gereja, disemayamkan tubuh santo pelindung Gubbio, Santo Ubaldo, disimpan di atas altar utama dengan beralaskan marmer. Lukisan dinding dari abad ke-16 sampai ke -18 turut menghiasi dinding gereja, salah satunya lukisan dinding karya Pier Angelo Basili yang menggambarkan kehidupan Sant'Ubaldo.

Basilika Sant'Ubaldo.

Sampai kini, Gubbio dihargai sebagai salah satu kota abad pertengahan yang sangat melestarikan monumen-monumen sejarah dan tradisi yang dimilikinya. Dari piazza ( alun – alun), museum, katedral, Teater Romawi (dibangun antara 55 dan 27 SM, bisa menampung sekitar 7.000 penonton) sampai air mancur unik “Fontana dei Matti”. Monumen – monumen yang bersaksi tentang masa lalunya yang agung dan tradisi yang tetap terjaga berabad-abad lamanya.

Gubbio (Iguvium atau Eugubium dalam bahasa Latin, Ikuvium dalam Bahasa Umbria) memang kota kuno. Kota yang didirikan oleh orang-orang Umbria kuno, seperti yang tertulis dalam "Tabel Eugubine" ( tujuh lempeng perunggu diukir antara abad II dan I SM). Di periode pra-Romawi ( sekitar abad 700 SM), Gubbio sudah menjadi sebuah negara-kota yang dikelilingi oleh benteng, kota penting sebagai pusat agama dan politik bagi populasi Umbria kuno.

Di bawah dominasi Romawi, Gubbio menjadi kota Romawi yang penting dan berkembang menjadi kota yang tenang dan makmur. Teater Romawi, pemandian dan villa dibangun dengan hiasan mozaik yang indah. Saat Kekaisaran Romawi jatuh, Gubbio pun masuk dalam periode kegelapan.

Teater Romawi Gubbio.

Kota ini diserang, dihancurkan dan diinvasi, kemudian menjadi subyek para penguasa untuk waktu yang lama. Dihancurkan selama Perang Gotik 535-553 M, terlibat dalam perselisihan antara Bizantium dan Lombard, antara fraksi Ghibelline dan Guelphs. Gubbio kembali tenang sejak tahun 1860, saat hari penyatuan Italia. Kemudian kembali membangun, berkembang dan jadilah Gubbio yang sekarang, yang memancarkan cahaya ke seluruh dunia. Buon Natale…

Trailer kota Gubbio :


Sumber: 
https://www.viagginews.com/2019/11/20/gubbio-albero-natale-grande-mondo-2019/ 

Friday, December 13, 2019

Museum Ara Pacis Augustae Roma.




Altar itu telah terkubur lebih dari satu millennium, diam dalam hening dan hampir hilang dari kenangan. Namun tahun 1568, Ara Pacis Augustae atau Ara Pacis, muncul kembali di bawah Palazzo Fiano Roma. Altar pagan yang didedikasikan untuk Pax, dewi Perdamaian Romawi, dibangun atas perintah Senat Romawi, untuk menghormati kembalinya Imperator Augustus ke Roma, setelah berhasil menguasai Hispania (skrg: Spanyol, Portugal, Prancis) dan Gaul ( skrg: Eropa barat-tengah).

Ara Pacis atau “Altar Perdamaian Augustus”, dibangun di masa tenang romawi, saat tidak ada peperangan dan pertumpahan darah. Mulai dibangun tanggal 4 Juli 13 SM dan diresmikan abad 9 SM. Awalnya terletak di area Campo Marzio, sebuah dataran tinggi tempat para prajurit Romawi berlatih. Tidak jauh dari pomerium, batas wilayah yang dikuduskan para dewa.

Ketika ditemukan pertama kali, Ara Pacis rusak parah, beberapa bagiannya pun terpisah. Karena dibangun di dekat sungai Tiber, altar terkubur di bawah endapan setinggi 13 meter. Seperti banyak monumen Romawi yang terabaikan dan dibiarkan rusak, Ara pacis pun dijadikan sebagai bahan konstruksi bangunan lainnya. Sebagian blok dibeli oleh Grand Duke of Tuscany, sebagian di kota Florence, di Museum Vatikan, melengkapi bagian depan Villa Medici Roma dan Museum Louvre Paris.


Ara com'era

Rekonstruksi Ara Pacis baru dilakukan tahun 1937. Bagian yang tercerai berai dikumpulkan, yang tidak ditemukan diganti menggunakan gips. Setelah itu, disusun kembali seperti bentuk aslinya di lokasi saat ini, di Museum Ara Pacis yang beralamat di Lungotevere in Augusta, 00186 Roma. Tahun 1995, Museum ini diperbaiki total oleh arsitek Amerika Richard Meier.

Bulan Oktober 2016, program "Ara com'era” pun diluncurkan. Program yang membantu Ara Pacis menemukan kembali warna aslinya. Dengan perpaduan sejarah dan teknologi, pengunjung seperti dibawa “terbang” ke masa lalu. Terasa duduk di sebelah Ara Pacis dan memandang monumen Romawi terkenal itu, persis seperti yang dilihat orang – orang Roma 2000 tahun yang lalu.

Bangunan Ara Pacis sebenarnya sederhana. Berbentuk bangunan terbuka, terbuat dari batu marmer carrara, berukuran 10,62 x 11,63 dan tinggi 3,68 meter. Altar berdiri diatas podium rendah, yang bisa diakses melalui sembilan anak tangga. Di setiap sudutnya ditopang oleh empat pilar bergaya korintus dan empat pilar lainnya ada di setiap sisi pintu. Memiliki dua pintu masuk (depan dan belakang), yang memungkinkan setiap orang bisa masuk dan keluar dari sisi yang berlawanan.


Altar utama.

Altar utama terletak di tengah bangunan, kedua sisinya dihiasi oleh dekorasi spiral yang bertumpu pada singa bersayap. Antara altar utama dan dinding luar dipisahkan oleh koridor sempit. Altar utama memiliki dua tingkatan podium. Podium pertama, lebih tinggi tiga anak tangga di sekeliling sisinya. Podium kedua, tempat imam melakukan ritual, podiumnya lebih tinggi lima langkah dan tangga masuk hanya dari arah depan saja.

Seperti yang kita tahu, agama – agama kuno sangat bergantung pada praktik doa, ritual, dan pengorbanan. Setiap tanggal 30 Januari, Imperator Augustus juga melakukan salah satu ritual itu di Ara Pacis. Mempersembahkan hewan-hewan korban, dibantu oleh para hakim, para imam, i camilli (yang membantu para imam), pemain musik suling (tibicen) dan petugas yang menyembelih hewan korban (victimarii).

Melihat berbagai relief di sepanjang dinding Ara Pacis, kita menjadi tahu berbagai gaya seni yang umum digunakan di masa Augustus berkuasa. Dari seni yunani klasik untuk motif prosesi altar, seni hellenistik untuk motif di sepanjang dinding dan romawi klasik untuk motif di altar bagian dalam.


Saturnia Tellus.

Dekorasi di dinding luar bangunan terbagi menjadi dua motif gambar. Di bagian bawah, dekorasi bermotif tumbuhan (spiral acanthus), kadang terselip gambar hewan – hewan kecil seperti ular, angsa dan kadal. Dekorasi di bagian atas lebih bervariatif, ada kisah mitologis, alegoris /kiasan dan historis. Kedua bagian itu dipisahkan oleh rangkaian pita bermotif swastika.

Di setiap sisi pintu masuk, ada dua relief yang menunjukkan asal usul para pendiri Roma. Relief pertama bercerita tentang "Lupercale", legenda serigala betina yang merawat bayi kembar Romulus dan Remus. Relief kedua bercerita tentang Enea, seorang yang saleh, pahlawan Trojan yang melarikan diri ke Roma.

Relief di sisi pintu lainnya mengisahkan seorang wanita duduk di atas tumpukan senjata. Simbol sangat jelas tentang mengakhiri konflik dan menjamin perdamaian. Di sisi lainnya ada relief Saturnia Tellus, simbol kelimpahan dan kesuburan, yang diwakili oleh sosok seorang wanita dengan dua anak kembar, seekor lembu, domba dan tumbuhan. 


Lupercale.

Sedangkan sosok dua peri di Saturnia Tellus, adalah simbol ketenangan dan kedamaian, baik di darat maupun di laut. Satu peri duduk di atas monster laut “naga”, melambangkan air, mewakili angin laut dan siang hari. Peri lainnya duduk di atas angsa, melambangkan udara, mewakili angin darat dan malam hari. 

Namun relief yang paling penting adalah susunan anggota penting keluarga kekaisaran. Simbol yang diperkirakan memuji kedaulatan seluruh keluarga gen Giulia, sebagai keturunan dari dua pendiri Roma. Tampak dalam relief, Augustus memakai kerudung kepala, diikuti istrinya Agripa dengan putranya Gaius Julius Caesar. Diapit oleh dua orang hakim, dan empat imam besar (Flamines Maiores).

Sepertinya Augustus menggunakan Ara Pacis sebagai sarana propaganda kekuasaannya ke seluruh kekaisaran. Tentang pilihannya membangun sebuah altar, monumen yang terbuka dan bisa dilihat banyak orang. Bukan membangun sebuah kuil yang tertutup dan sebagian besar orang saja yang bisa masuk. Kemudian letaknya di wilayah militer “Campo Marzio”, daerah yang menurut tradisi waktu itu, terkait dengan dewa perang. 


Augustus dan keluarga kekaisaran.

Melalui berbagai relief di Ara Pacis, Augustus juga terlihat ingin menunjukkan perannya sebagai pembawa damai dan pembela iman. Berjanji mengembalikan zaman keemasan romawi, setelah sepuluh tahun perang dan kekeringan. Meyakinkan orang-orang romawi, jika ia tetap memelihara tradisi kuno mereka.

Ketika Augustus berkuasa, bangsa Romawi memang mengalami banyak kemajuan. Yang pada awalnya dikenal sebagai bangsa yang suka berperang dan tidak berpendidikan, berubah menjadi bangsa pemikir, suka membaca dan menulis. Meskipun mesin cetak belum ditemukan, melalui tulisan tangan, karya – karya penulis tetap bisa terbit dan dibaca banyak orang. 

Banyak seniman dan arsitek terkenal juga muncul di zaman ini. Augustus mungkin memahami betul, jika design dan arsitektur memiliki pengaruh besar untuk mempertahankan kekuasaannya. Melalui gambar yang dicetak dalam koin, ukiran dalam relief atau patung, wajahnya bisa dikenal dan diingat banyak orang. Tidak ada provinsi, tidak ada kota di kekaisaran di mana namanya tidak terukir pada bangunan. 

Dengan demikian, bahkan lebih kuat daripada senjata. Karya - karya seni, ternyata bisa membuat sang imperator mendapatkan rasa hormat, pengabdian, dan cinta dari rakyatnya. Arrivederci..

Trailer  Ara Pacis Roma:


Sumber:
https://www.inexhibit.com/it/mymuseum/museo-ara-pacis-roma/

Thursday, November 14, 2019

Kisah pedang “tertancap di batu” di Toscana Italia



Mungkin sedikit orang yang tahu, jika pedang legendaris Raja Arthur, juga ada di Italia. Pedang tertancap di batu itu, milik Galgano Guidotti, ksatria yang hidup di abad ke-12. Kisah kedua pedang itu memang jauh berbeda. Pedang Excalibur dipakai Arthur untuk menunjukkan haknya menjadi raja Inggris Raya. Sedangkan, pedang Toscana menjadi simbol pengunduran diri Galgano, dari seorang ksatria menjadi biarawan.

Galgano Guidotti lahir tahun 1148, dari pasangan bangsawan Guidotto dan Dionisia, di Chiusdino, sebuah desa kecil di dekat Siena. Dari sejak lahir, Galgano sepertinya ditakdirkan menjadi seorang ksatria dan ahli berperang. Di usia belia, ia sudah belajar menggunakan senjata. Ketika menjadi ksatria muda, karakter Galgano dikenal sombong, arogan dan otoriter.

Mungkin karena hidup di era ketidakpastian politik dan perebutan kekuasaan yang keras, membuat perilakunya seperti itu. Kadang untuk menunjukkan kekuatan keluarganya, Galgano tidak ragu melakukan tindakan tidak terpuji. Hingga di suatu waktu, beberapa peristiwa membawanya untuk berubah. Puncaknya bulan Desember tahun 1180, ketika Galgano menuju bukit Montesiepi dan menancapkan pedang ksatrianya di atas batu.

Galgano Guidotti.

Sampai sekarang, pedang itu tersimpan dengan baik di “Rotonda Montesiepi”, kapel bundar di lembah Merse, sekitar 35 km dari kota Siena. Kapel yang dibangun di tempat Galgano melakukan sumpah dan mengabdikan diri sampai akhir hayatnya, 3 Desember 1181. “Rotonda Montesiepi” diresmikan tahun 1185, bersamaan dengan hari pengangkatan Galgano menjadi Santo oleh Paus Lucius III. 

Kapel “Rotonda Montesiepi” dikenal memiliki banyak keunikan. Bentuk bulatnya mengacu pada bangunan - bangunan suci di dunia pagan dan kuil-kuil era Romawi. Sekilas seperti cangkir terbalik, melingkar tanpa titik sudut, simbol kesempurnaan dan ketidakterbatasan. Sedangkan putih dan merah, adalah warna – warna khas budaya celtic ( nenek moyang bangsa Eropa), seperti yang sering terlihat di makam – makam kuno Etruscan dan Romawi.

Tidak jauh dari altar, dimana pedang diletakkan, tampak lantainya menjorok ke dalam. Sebuah etalase transparan melindungi pedang itu dari pencuri. Pada tahun 1960 dan 1991, orang yang mengaku Raja Arthur baru, mencoba mencurinya. Akibat kejadian itu, pedang mengalami kerusakan serius. 


Altar kapel bundar.

Menurut legenda, ketika San Galgano masih hidup, seseorang pernah mencoba mengeluarkan pedang itu dari batu. Namun seekor serigala menggagalkan usahanya. Kerangka lengan kanan dan kiri pencuri itu, kini dipajang di ruang kapel. Berdasarkan analisis kimia yang dilakukan oleh Luigi Garlaschelli dan Maurizio Calì, kedua kerangka tangan itu benar -benar berasal dari abad ke-12.

Pelukis terkenal Siena, Ambrogio Lorenzetti juga turut berkontribusi untuk keindahan kapel ini. Pria kelahiran Siena, sekitar tahun 1290, memang dikenal sebagai konsepsi lukisan altar dan kisah – kisah sakral. Beberapa lukisan dindingnya terlihat di kubah kapel, salah satunya menceritakan, Galgano dikelilingi oleh orang-orang kudus dan malaikat.

Tengkorak tubuh San Galgano juga dipamerkan di kapel ini. Hanya belum ada data yang pasti, dimana tepatnya tengkorak itu ditemukan. Karena sampai saat ini, tengkoraknya belum diizinkan untuk dianalisis. Ada kemungkinan ia dimakamkan di sebelah pedang. Konon, di kapel ini juga tersembunyi cawan suci. Entah dikubur di bawah tanah atau ditanam di dalam batu. Sampai sekarang, jejak cawan itu belum ditemukan.


Kapel bundar Montesiepi.

Tidak jauh dari kapel bundar Montesiepi, berdiri sisa – sisa kemegahan “Biara Cistercian San Galgano”. Salah satu bangunan keagamaan paling penting di Siena ini, dibangun tahun 1185, atas kehendak uskup Volterra Ugo Saladin. Biara seluas 1500 m2, dengan 800 ruangan, diresmikan tahun 1288. 

Biara ini mengalami kemakmuran lebih dari se-abad. Di bawah pengawasan Imperator Henry VI, Ottone IV dan Federico II (penguasa Siena waktu itu), biara bahkan mendapat kekebalan dan hak istimewa dari kekaisaran. Kondisi yang membuat hubungan Republik Siena dan Kepausan semakin memburuk.

Biara mulai mengalami penurunan, ketika wabah penyakit melanda Eropa tahun 1347 – 1352. Wabah yang diperkirakan menewaskan hampir sepertiga populasi benua biru. Kemudian penyerbuan pasukan Florentine dan konflik - konflik politik lainnya, menyebabkan banyak biarawan pindah ke Siena. Tahun 1550, tercatat lima biarawan bertahan dan tahun 1576, hanya satu biarawan saja yang hidup di biara. 

Setelah upaya restorasi yang tidak pasti, biara mengalami kerusakan dengan cepat. Banyak perlengkapan dan perabotan biara juga dijarah. Tahun 1786, menara lonceng setinggi 36 meter, runtuh dan merobohkan sebagian besar atap biara. Tiga tahun kemudian, salah satu bangunan paling bergengsi dari arsitektur Gothic-Cistercian Italia pun hancur dan ditinggalkan. 

Biara Cistercian San Galgano.

Yang tersisa hari ini, hanyalah dinding dan lorong-lorong ruangan tanpa atap, berlantai rumput hijau dan tanah. Namun, berkat restorasi dan pemeliharaan yang terus dilakukan oleh pemerintah setempat, sisa - sisa kemegahan dan keagungan monumen abad pertengahan ini, masih bisa dinikmati banyak orang. 

Sebuah tempat, dimana pengunjung bisa merasakan harmoni langit, batu, dan bumi. Dimana rangkaian sejarah bisa terikat kuat dengan spiritualitas keagamaan. Saat musim panas tiba, biara ini akan menjadi tempat favorit para musisi dan sutradara menyelenggarakan konser. Bahkan, beberapa film klasik menggunakan biara ini sebagai latar belakang kisahnya.

Inilah Toscana, tanah kuno di Italia tengah. Tempat berbagai peristiwa sejarah terjadi, dari sejak zaman Etruria ( nenek moyang bangsa Italia), Romawi sampai Renaissance ( Italia modern). Maka tidak aneh, jika kawasan memiliki banyak tempat misteri. Kadang, peristiwa sejarah juga terjalin erat dengan legenda, salah satunya tentang pedang San Galgano.


Salah satu lorong biara.

Antara pedang Galgano dan kisah Arthurian, memang terjadi di waktu yang bersamaan. Mungkin, supaya legenda Arthurian tetap hidup, beberapa penulis sastra abad pertengahan, mencoba menghubung - hubungkan kedua kisah itu. Seperti dalam kisah “Ksatria Meja Bundar” (Knights of the Round Table), dimana Galgano sering dikaitkan dengan nama salah satu ksatria Arthurian “Galvano”. Keponakan Raja Arthur yang mendapatkan perlindungan khusus di Istana Aquitaine ( Kerajaan kecil di Perancis Selatan).

Namun, pedang bukanlah satu – satunya alasan, banyak orang mengunjungi Toscana. Kisah hidup Galgano sendiri, yang telah menginspirasi banyak orang, untuk melakukan perjalanan spiritual ke kompleks San Galgano. Seseorang yang mengajarkan kita, bagaimana mengubah pedang, dari alat perang menjadi alat perdamaian, yang mengganti baju kebanggaan, menjadi jubah kerendahan hati. Arrivederci..

Trailer Biara San Galgano Toscana Italia:

Sumber :
https://www.vanillamagazine.it/la-spada-di-san-galgano-alla-rotonda-di-montesiepi-la-excalibur-medievale-italiana/

Tuesday, September 17, 2019

Romulus dan Remus, legenda kota Roma.


Legenda adalah cerita rakyat kuno dan setiap bangsa pasti memiliki warisan itu. Budaya lisan yang menceritakan peristiwa sejarah atau asal-usul terjadinya suatu tempat. Mungkin karena belum mengenal dunia sains, orang – orang kuno sepertinya kesulitan menjelaskan fenomena alam atau fakta – fakta tertentu, yang tidak mereka pahami dengan baik. Sehingga dalam penyampaiannya, orang - orang kuno seringkali mengunakan imajinasi atau fantasi. 

Roma juga memiliki legenda itu. Cerita yang lahir ketika manusia kuno masih diatur oleh kekuatan alam, mistis dan tahayul. Legenda “Romulus & Remus” diperkirakan berkembang sekitar abad ke-12 SM (menurut sejarawan kuno tahun 1184 SM, beberapa saat setelah kehancuran Troya). Mulanya berkembang dikawasan tepi sungai Tiber, kemudian menyebar ke perbukitan Lazio dan di desa – desa kuno di sekitarnya. 

Menurut tradisi, kota metropolitan pertama itu berdiri sejak tanggal 21 April 753 SM. Roma juga tempat lahirnya bahasa latin dan salah satu peradaban kuno, yang mempengaruhi masyarakat, budaya, bahasa, sastra, seni, arsitektur, filsafat, agama, hukum dan adat istiadat di abad-abad berikutnya.


Aeneas di istana Raja Latin (Ferdinand Bol, Amsterdam, Rijksmuseum).

Sejak zaman kuno, Roma sebenarnya sudah ditempati oleh orang-orang keturunan Yunani. Mereka datang dari wilayah Arcadia, pelasgian dan Pallantio, kemudian menetap di Bukit Palatium (wilayah Lazio sekarang). Mereka berbaur dengan masyarakat asli, memperkenalkan alfabet Yunani dan mengajarkan cara hidup bermasyarakat di wilayah itu.

Data yang lebih esensial bermunculan di masa Imperator Augustus berkuasa. Pada waktu itu para sejarawan, pencinta barang antik dan penyair turut berkontribusi mengungkap asal-usul Roma. Beberapa diantaranya: Publius Vergilius Maro, Titus Livius dan Dionysios dari Halikarnassos, yang dalam karya – karyanya memberikan penjelasan terperinci tentang fondasi Roma dan alasan “Aeneas “ datang ke Italia.

Siapa itu Aeneas ? Aeneas (bahasa Yunani: Αἰνείας, Aineías, artinya "dipuji") adalah pahlawan Troya, putra pangeran Anchises dan dewi Aphrodite (Venus). Ayahnya adalah sepupu Priamos, raja Troya (keduanya adalah cucu dari Ilus, pendiri Troya). Dalam mitologi Romawi, sosok Aeneas sering digambarkan sebagai manusia yang taat kepada Dewa dan dihormati sebagai pahlawan yang ditakdirkan sebagai fondasi Roma. 


Aeneas bersama putranya Ascanius. ( Museum Ara Pacis Roma).

Kehancuran Troya membuat Aeneas dan para sahabatnya melarikan diri. Mereka berhasil mendarat di pantai Lazio dan mendirikan kota Lavinio. Aeneas kemudian beraliansi dengan Raja Latin dengan menikahi putrinya, Lavinia. Namun, pernikahan mereka membuat raja Rutuli Turnus marah. Sehingga ia bersekutu dengan raja Etruscan Mezentius, berperang melawan Latin dan Aeneas.

Bentokan ini berakhir dengan kematian Turnus. Tidak lama setelah kejadian itu, raja Latin pun meninggal. Aeneas kemudian mengambil alih komando kedua bangsa itu. Sejak itu gabungan kedua bangsa itu dikenal dengan sebutan orang - orang Latin. Ketika Aeneas meninggal, kekuasaannya jatuh ke tangan putranya Ascanius. 

Lewat Ascanius, dinasti raja-raja Alban pun lahir. Ascanius kemudian mendirikan kota Alba Longa, tempat keturunannya memerintah selama enam belas generasi. Daerah kekuasaan Alba Longa pun meluas sampai ke wilayah sekitar sungai Tiber. Keturunan Ascanius itu diantaranya : Numitore dan Amulius, putra-putra raja Proca. 

Pewaris sah raja Proca sebenarnya Numitore. Ia diusir oleh saudaranya Amulius, karena memperebutkan tahta. Namun dalam sebuah ramalan, Amulius akan digulingkan oleh keturunan Numitore. Ramalan ini membuat Amulius ketakutan, sehingga memaksa Rea Silvia, satu-satunya anak perempuan Numitore, menjadi Perawan Vestal ( dalam agama pagan tidak boleh menikah). Dengan cara ini Numitore tidak lagi memiliki penerus yang sah.

“Romulus dan Remus” ( Museum Capitolini Roma).

Tidak lama setelah kejadian itu, Rea Silvia hamil. Beberapa sumber mengatakan karena perkosaan yang dilakukan oleh salah satu pelamarnya. Sumber yang lain mengatakan, dilakukan oleh Dewa Mars. Rea Silvia pun akhirnya melahirkan si kembar, Romulus dan Remus. Segera Amulius memerintahkan pengawalnya, membawa anak kembar itu ke tepi Sungai Tiber dan meninggalkannya di sana. 

Berkat campur tangan serigala betina yang mendengarkan tangisan bayi dan menyusuinya, Romulus dan Remus pun selamat. Singkat cerita, kedua bayi kembar itu ditemukan oleh seorang gembala bernama Faustolo, bersama istrinya Acca Larentia, mereka membesarkan dua bayi itu.

Ketika dewasa, Romulus dan Remus menemukan identitas mereka sebenarnya. Kemudian membantu kakeknya Numitore, merebut kembali tahta dengan membunuh Amulius. Setelah itu, mereka meminta izin kepada kakeknya membangun kota baru. Ketika menetapkan dimana pusat kota baru itu akan dibangun, perselisihan di antara dua saudara itu pun muncul. 


Rumah kuno di zaman Romulus.

Perselisihan yang berkembang menjadi pertikaian, kemudian berubah menjadi bentrokan bersenjata. Remus akhirnya mati di tangan saudaranya dan Romulus menjadi raja. Kemudian Romulus mewujudkan kota baru itu. Mengukur perbatasan, membentengi dan mengatur masyarakatnya supaya lebih berkembang. Kota itu berubah dari waktu ke waktu, sampai menjadi kota Roma yang kita kenal sekarang.

Bagaimana dengan kota Lavinio ? sama seperti Roma, kota pantai di barat daya Roma itu masih ramai dikunjungi, terutama di saat liburan musim panas. Yang tinggal puing, hanya kota Alba Longa. Perang yang berkepanjangan antara Mezio Fufezio (raja Alba Longa) dan Tullus Ostilius (raja Roma ketiga), membuat kota ini hancur lebur dan tidak pernah dibangun lagi.

Namun bagi para arkeolog, Alba Longa tetap berharga dan istimewa. Penggalian yang dilakukan selama bertahun – tahun telah membawa hasil. Data dan bukti pendukung sastra - sastra kuno itu akhirnya ditemukan. Salah satunya, cermin bergambar seekor serigala betina, yang sedang menyusui dua anak kembar. 


Museum Aeneas di kota Lavinio.

Jika para sarjana zaman kuno Romawi menganggap, legenda mempunyai nilai sejarah yang sangat penting. Kini, dengan berbagai penemuan para arkeolog, memungkinkan kita, bisa membedakan batas-batas yang lebih presisi antara fakta dan legenda. Seperti kisah “Romulus & Remus” dalam film “The First King” (2019) yang disutradarai oleh Matteo Rovere.

Tanpa menghilangkan bukti – bukti sejarahnya, film bergender “Action & Adventure” ini menceritakan kisah tersembunyi di balik pendirian kota Roma. Mengambil latar belakang Alba Longa tahun 753 SM, tempat dimana “Romulus & Remus” berjuang meraih mimpi menjadi raja. Uniknya lagi, semua dialog dalam film ini menggunakan bahasa Proto-Italic, nenek moyang dari bahasa-bahasa Italic, terutama Latin dan turunannya. Arrivederci…

Trailer "The First King" (2019):

Sumber :
https://library.weschool.com/lezione/fondazione-di-roma-romolo-e-remo-leggenda-mito-storia-di-roma-17558.html

Wednesday, August 21, 2019

Lomba panjat pinang khas Italia.


Beberapa hari lalu, seorang teman mengirimi saya video berbagai perlombaan di perayaan HUT Republik Indonesia. Ketika melihat video lomba panjat pinang, saya pun langsung tertawa terbahak - bahak. Menonton panjat pinang, memang kegiatan yang paling saya sukai sejak kecil. Bersyukur, lomba seperti itu juga ada di Italia. Di sini dikenal dengan nama “l'albero della cuccagna”. Sama seperti di Indonesia, perlombaan ini selalu hadir di banyak festival musim semi dan panas, yang berlangsung antara bulan Juni – Agustus.

L'albero della cuccagna pertama kali diperkenalkan oleh orang – orang Jermanik yang berimigrasi ke Italia. Mula - mula berkembang di wilayah Mediterania, kemudian menyebar ke Italia tengah dan utara. Sampai sekarang, “lomba tiang berminyak”, begitu orang Italia menyebutnya, selalu menarik perhatian banyak orang. Sebuah permainan yang selama bertahun-tahun telah menjadi simbol festival populer dan festival pedesaan Italia.

Beberapa kota di Italia masih mempertahankan tradisi lama. Hadiahnya digantung di puncak tiang, biasanya berupa makanan khas daerah setempat, seperti: keju, anggur, roti, ham dan lain – lain. Cara bermainnya juga sama. Para peserta harus bekerjasama menaiki pohon yang sudah dilumuri minyak atau lemak, untuk mengambil hadiah yang digantung di puncaknya.


L'albero della cuccagna.

Panjat pinang juga populer di Spanyol, Jerman, Malta dan negara – negara Eropa lainnya. Istilah "cuccagna" sendiri berasal dari bahasa Latin ”coquina” yang artinya memasak. Dalam bahasa Prancis, dikenal dengan nama "Cocagne", Inggris "Cockaigne", Spanyol, "Cucaña" dan di Malta, "Kukkanja". Sedangkan, “cuccagna” dalam bahasa Gotik: kōka (kuche atau kuchen, dalam bahasa Jerman) artinya kue atau beberapa jenis makanan penutup yang gurih atau manis, seperti: kue kering dan gateaux (bolu panggang).

Karena sudah dipengaruhi oleh kultur negara masing – masing, panjat pinang di Eropa memiliki ciri khasnya tersendiri. Seperti “Maibaum” atau “Maypole”, pohon dalam festival Midsummer khas Eropa utara. Pohon tinggi sebagai simbol penghubung langit dan bumi. Biasanya pohon dicat warna – warni, kemudian dihiasi dengan pita dan beraneka jenis bunga. Ketika musim semi tiba, kaum muda berpakaian tradisional menari – nari dengan riang di sekeliling pohon ini. 

Menurut Antropolog James Frazer, panjat pinang di Eropa memiliki asal usul yang sama. Berakar dari tradisi celtic, nenek moyang bangsa - bangsa Eropa utara dan berkaitan dengan kultus arboreal yang tersebar di seluruh Eropa. Tradisi yang dimulai dari populasi petani kuno (orang – orang Jermanik), dimana pohon memiliki arti mitologi, religi dan simbologi yang luas dan universal. 



Maibaum atau Maypole.

Bagi orang – orang Jermanik, pohon adalah lambang kesuburan. Makanan adalah pusat kebutuhan manusia dan pohon bisa memberikannya. Ketika pohon mulai bertunas di musim semi, pertanda alam lahir kembali dan ini menjadi simbol dasar siklus kehidupan. Orang – orang Jermanik juga percaya, kekuatan gaib yang dimiliki pohon, bisa melimpahkan berkat dan kekayaan.

Oleh karena itu, di perayaan May Tree Celtic atau “Feste di Maggio” (pesta bulan Mei), para petani kuno melakukan ritual. Setelah melewati musim dingin dan memasuki pengantian musim, mereka memberikan penghormatan dan persembahan pada pohon. Memohon kembali kesuburan alam dan berharap kemurahan hati alam. Supaya pohon memberikan buah yang baik dan melimpah kepada mereka.

Seiring berjalannya waktu, semua magis dan makna sakral pada pohon mulai meredup, kemudian menghilang dalam kabut waktu. Beberapa ritual, tradisi dan kepercayaan celtic pun berubah menjadi berbagai permainan. Salah satunya l’albero della cuccagna yang berubah menjadi perlombaan kaum muda dalam menaklukan berbagai bahan makanan. Sepertinya panjat pinang yang diperkenalkan oleh Belanda di Indonesia, berasal dari tradisi ini juga.

Kirchtagsmichl.

Kini, perlombaan panjat pinang di beberapa kota Italia lebih bervariasi. Di kota Albignano d'Adda misalnya, hadiahnya berupa hewan yang digantung di ketinggian 10 meter. Di Alto Adige, ada “Kirchtagsmichl” boneka jerami seukuran manusia yang digantung di atas tiang pohon. Boneka itu mengenakan kostum tradisional khas wilayah setempat dan ditangannya memegang Kirchtagkrapfen, hidangan penutup khas Tyrolean.

Namun yang paling terkenal adalah Cuccagna del Cadenon di kota Verona, tepatnya di pelabuhan Lazise di Danau Garda. Bentuk permainannya sedikit berbeda, karena tiang yang dilumuri minyak di tempatkan di tepi danau dengan posisi horizontal. Para peserta harus mengambil bendera yang diletakkan di ujung tiang. Jika tergelincir, masih ada kesempatan bagi mereka mendapatkan hadiah yang lain, dengan berenang di air danau yang dingin.

Tantangannya lebih berat lagi, mungkin ada di kota Cesenatico. Selain kesulitan berjalan di atas lemak, para peserta juga harus bisa mengatasi 30º kemiringan tiang. Satu-satunya bantuan adalah hanya segenggam pasir, yang bisa membantu membuang lemak, sehingga peserta bisa bergerak maju.

Cuccagna del Cadenon.


Mungkin dari sisi atletiknya, banyak kaum muda Italia mulai tertarik dengan permainan ini. Mereka mulai mempelajari bagaimana caranya bertahan di tiang yang licin, melewati tantangan dan rintangan, sehingga mereka bisa sampai di puncak dalam waktu yang singkat. Tahun 1980, AIPC (Associazione Italiana Palo Della Cuccagna ) atau Asosiasi “tiang berminyak” Italia pun berdiri.

Sejak diakui oleh CONI (Comitato Olimpico Nazionale Italiano), sebagai salah satu cabang olah raga, banyak tim “L'albero della cuccagna” berbagai wilayah turut bergabung. Diantaranya: I Grassi Ostinati di Leno (Brescia), Rosengarden di Palosco (Bergamo), I Lariani (Como), Gli Strà Ferà di Parabiago (Milan) dan tim terkenal lainnya. Mereka juga selalu ambil bagian dalam kompetisi yang rutin diadakan setiap tahunnya.

Kompetisi yang diselengarakan oleh AIPC, memiliki peraturan yang harus dihormati oleh semua tim atau peserta perorangan. Hadiahnya tidak lagi berupa makanan dan minuman, tetapi piagam, piala dan sejumlah uang. Supaya tradisi kuno ini tetap ada, banyak pihak peduli dan ikut berkontribusi, baik sebagai sponsor maupun penonton. Dengan begitu, permainan yang sangat menghibur ini, tetap dikenal oleh generasi muda Italia. Arrivederci..


Trailer Cuccagna del Cadenon di kota Verona:


Sumber:
http://guide.supereva.it/antropologia/interventi/2009/01/l%E2%80%99albero-della-cuccagna

Wednesday, August 7, 2019

Augustus, imperator muda dan berpengaruh.


Segala sesuatu memiliki nama, tapi kita cenderung menggunakan nama –nama itu, seolah-olah hanya nama benda. Padahal setiap nama mempunyai arti dan kisahnya sendiri. Kadang dengan menyebut namanya saja, kisah itu langsung terlintas dalam pikiran kita. Salah satunya mungkin kisah Imperator Romawi yang sangat berpengaruh, Octavianus Augustus atau Augustus. 

Namun, Augustus sebenarnya bukan nama orang, tapi sebuah “gelar” yang diberikan kepada semua Imperator Romawi oleh Gli àuguri (para pendeta Romawi kuno yang bertanggung jawab menafsirkan kehendak Dewa). Kata Augustus sendiri berasal dari bahasa latin “augere” yang berarti “hebat” atau “terhormat”. Dan Imperator Romawi pertama yang menerima gelar itu adalah, Gaius Iulius Caesar Octavianus Augustus.

Gelar penghormatan itu diterimanya tahun 27 SM. Setelah ia menata kembali Romawi yang hancur lebur, karena perang saudara selama 20 tahun. Octavianus baru berusia 33 tahun, ketika tugas berat itu ada di hadapannya. Dengan kesabaran dan kemampuan yang dimilikinya, ia mampu merombak setiap aspek kehidupan Romawi. Merevisi jumlah senat, mereformasi konstitusi, mengatur kembali angkatan bersenjata dan yang lainnya. 


Octavianus Augustus.

Selama berkuasa ( 27 SM sampai 14 M), Octavianus dihormati sebagai "l'Imperatore della pace" (Imperator Perdamaian). Ia menjadi seorang pejabat yang berpikiran terbuka, cerdas dalam berpolitik dan membangun Romawi dengan fondasi ekonomi yang kuat. Berkat usahanya itu, Romawi masuk ke dalam periode panjang perdamaian, kemakmuran dan situasi politik yang stabil.

Latar belakang keluarga Octavianus, bisa menjadi salah satu faktor keberhasilannya. Ayahnya, seorang pengusaha dan senator Romawi, dan ibunya Atia, adalah putri Julia, saudara perempuan Julius Caesar. Octavianus lahir di Roma, 23 September 63 SM dan menjadi yatim piatu di usia empat tahun. Sejak muda, ia terbiasa tampil di depan umum, kemudian terpilih menjadi anggota pontifices ( dewan imam tertinggi di Romawi). Ketika ayah angkatnya Julius Caesar terbunuh tahun 44 SM, ia juga telah menyelesaikan studi akademis dan militernya.

Berbagai reformasi Julius Caesar yang tertunda, diselesaikan di bawah penggantinya Octavianus Augustus. Salah satunya tentang ”Kalender Julian”, yang diperkenalkan Julius Caesar tahun 46 SM. Ketika melakukan perjalanan ke Mesir, Caesar menugaskan astronom Mesir, Sosigene Aleksandria merancang kalender baru yang lebih fungsional. Kalender matahari yang perhitungannya berdasarkan siklus musim.


Kalender Romulus.

Perhitungan kalender Julian hampir sama dengan kalender Gregorian atau kalender Masehi yang kita pakai saat ini. Hanya ada sedikit perbedaan, namun semuanya sudah diperbaiki, ketika Paus Gregorius XIII memperkenalkan kalender Gregorian bulan Oktober 1582. Memiliki 365 hari dalam setahun dan setiap 4 tahun sekali, ada tahun kabisat.

Kalender memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia sejak zaman kuno. Karena memiliki banyak kesalahan dalam perhitungan, kalender kuno mengalami perubahan selama berabad –abad. Diperkirakan sejak tahun 753 SM, bangsa Romawi sudah memiliki kalendernya sendiri. Kalender Romulus adalah kalender pertama mereka, dibuat oleh Romulus pendiri bangsa Romawi. Kalender ini memiliki 304 hari, dibagi dalam sepuluh bulan dan dimulai dari bulan Maret.

Perubahan posisi bulan, sangat membantu orang – orang kuno mengukur waktu. Oleh karena itu, perhitungan kalender Romulus menggunakan fase bulan. Sehingga mereka tahu, kapan waktu terbaik untuk menanam dan memanen. Bulan dan bintang-bintang juga merupakan alat yang bisa membantu mereka saat bepergian, baik di darat maupun laut.

Empat bulan pertama kalender Romulus mengambil nama Dewa utama mereka. Maret dari Mars (dewa perang), April dari Aphrodite (dewi cinta), Mei atau Maia (dewi kesuburan bumi) dan Juni atau Juno (dewi perempuan dan pernikahan). Dari Juli sampai Desember, menggunakan angka peringkat dalam bahasa latin. Bulan Juli disebut Quintilis (bulan kelima), Agustus di sebut Sextilis (bulan keenam). Kemudian settimo, ottavo, nono, decimo (bulan ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh).

Agustus dalam kalender Romawi.

Tahun 713 SM, kalender Romulus berubah menjadi kalender Numa. Kalender yang dibuat oleh Numa Pompilio, raja kedua Kerajaan Romawi pengganti Romulus. Kalender ini hanya menambahkan bulan Januari dan Februari ke sepuluh bulan yang sudah ada atau menambahkan 51 hari ke 304 hari kalender Romulus. Kalender Romawi dirubah lagi atas perintah Gayus Julius Caesar, namun langkahnya terhenti ketika ia mati dibunuh.

Untuk menghormati Gayus Julius Caesar, senat Romawi Marco Antonio mengusulkan untuk mengubah nama bulan Quintilis (bulan kelima kalender Romawi ) menjadi Iulius, Giulio atau Juli. Dan untuk menghormati Octavianus, mereka juga mengganti nama bulan ke enam kalender Romawi dari Sextilis menjadi Augustus. Jumlah harinya juga dibuat sama seperti bulan Juli, menjadi 31 hari. Senat mengambil satu harinya dari bulan Februari.

Melalui berbagai upacara keagamaan dan memperbaiki banyak kuil, Imperator Augustus ingin menghidupkan kembali kepercayaan Italia kuno. Pada tahun 18 M, Augustus memutuskan adanya festival sebulan penuh untuk merayakan panen dan masa berakhirnya bekerja di ladang. Liburan Augustus itu dikenal dengan nama “Ferragosto” atau “Augustei” atau “Feria Augustalis. Selama perayaan, seluruh Kekaisaran Romawi ramai dengan berbagai kegiatan, salah satunya lomba pacuan kuda dan keledai yang didandani dengan bunga-bunga berwarna cerah. 


“Feria Augustalis Romawi”.


Tradisi kuno masih terus dirayakan sampai saat ini. Seperti pacuan kuda “Palio dell'Assunta” di kota Siena, yang berlangsung setiap tanggal 2 Juli dan 16 Agustus. Bentuk dan kegiatannya hampir sama dengan pacuan kuda di zaman Augustus. Nama “Palio” sendiri diambil dari "pallium", kain sutra yang diberikan sebagai hadiah bagi para pemenang lomba kuda di zaman Romawi Kuno.

Ferragosto juga salah satu liburan yang sangat ditunggu – tunggu dan tanggal 15 Agustus adalah hari libur nasional di Italia. Banyak masyarakat di sini mengambil libur panjangnya di bulan Agustus. Semuanya beristirahat dan bersantai, setelah satu tahun bekerja keras. Kurang lebih seminggu, perkantoran dan pertokoan tutup. Apalagi kegiatan belajar mengajar, mereka bahkan sudah libur sejak bulan Juli.

Banyak hal yang biasa dilakukan masyarakat Italia selama ferragosto. Ada yang tetap berlibur Italia atau di luar negeri, di laut atau di pegunungan, di kota atau di pulau. Tapi bagi kami sekeluarga, akan lebih menarik jika kembali mengunjungi Roma. Melakukan perjalanan menembus waktu dan berpetualang di kota Roma kuno. Kita bisa berdiri di depan Forum dan memandang dari dekat, orang - orang Roma kuno  sedang bekerja.

Ini sebuah proyek dari Piero Angela, berkolaborasi dengan ahli sejarah Gaetano Capasso, dalam sebuah acara “Viaggio nei Fori”. Bagi mereka yang mencintai sejarah, ini akan menjadi tontonan yang menarik, menyentuh dan kaya akan informasi. Melalui penggunaan teknologi canggih dan permainan cahaya, membuat Julius Caesar dan Octavianus Augustus seakan hidup kembali. Arrivederci…

Trailer “Viaggio nei Fori”.Roma:


Sumber : https://www.studiarapido.it/agosto-nel-calendario-romano/#.XUF95FUza00

More articles

Holocaust Memorial Milan.

Other posts