Wednesday, December 25, 2019

Pohon natal terbesar di dunia.



Pohon Natal itu ada di lereng Gunung Ingino, di atas kota Gubbio, salah satu kota abad pertengahan di Umbria, Italia. Pohon natal yang dibuat setiap tahun, yang dibentuk dari lampu – lampu bercahaya sepanjang 8 kilometer, dengan luas alas 450 meter, tinggi 750 meter, menempati ruang seluas 130.000 meter persegi atau setara dengan tiga puluh kali luas lapangan sepak bola. 

Lebih dari 800 sumber cahaya menghiasi pohon natal itu: 200 lampu untuk bintang komet dibagian atasnya, 300 lampu warna hijau cerah yang menggambarkan bentuk pohon dan 400 lebih lampu warna-warni menghiasi bagian tengahnya. Mulai dibentuk dari tembok kota Gubbio sampai ke Basilika Sant'Ubaldo yang terletak di puncak gunung. Di bawah pohon dilengkapi dengan diorama natal berukuran besar dari bahan natural.

Pohon Natal Gubbio diciptakan untuk pertama kali pada tahun 1981, oleh sekelompok sukarelawan bernama 'alberaioli'. Sejak saat itu, para sukarelawan selalu membuat pohon itu setiap Natal, yang membutuhkan waktu sekitar 1.300 jam kerja untuk mewujudkannya. Karena keunikannya, tahun 1991, pohon natal Gubbio masuk dalam “Guinness Book of World Christmas Tree Records”.

Salah satu sudut kota Gubbio.

Sesuai tradisi, pohon natal itu selalu dinyalakan setiap tanggal 7 Desember dan dimatikan tanggal 12 Januari. Karena bertepatan dengan dengan peringatan ulang tahun ke-108, pertemuan antara Santo Fransiskus dan Sultan Mesir Malik El Kamil, penyalaan lampu pohon natal tahun ini, dilakukan oleh Pastor Francesco Patton melalui layar sentuh tablet, langsung dari Church of Nativity di Betlehem.

Disaksikan para pengunjung yang hadir, pejabat Gubbio maupun pejabat di Betlehem, lampu pohon natal terbesar dunia itu pun menyala. Menerangi kota abad pertengahan yang indah, dari jam 6 sore sampai larut malam. “ Pohon natal dari cahaya Betlehem, simbol harapan perdamaian dan persaudaraan, semoga cahayanya bisa terpancar ke seluruh dunia”, demikian harapan Pastor Francesco Patton dalam kata sambutannya.

Pohon natal bukan satu-satunya daya tarik kota Gubbio saat Desember. Karena setiap akhir tahun, kota ini selalu berubah. Kota yang selalu mengajak pengunjung bermain di antara masa lalu dan masa depan, di antara keindahan kota abad pertengahan, tradisi Natal dan teknologi inovatif. Gubbio pun berubah menjadi kota natal sejati, desa yang menyenangkan dan negeri dongeng yang penuh keajaiban.

Distrik San Martino.

Pengunjung bisa menaiki kereta santa yang ditarik oleh kuda atau kereta Natal Gubbio Express di Piazza 40 Martiri. Mengunjungi rumah Santa, desa peri dan menikmati keajaiban cokelat di Piazzale Frondizi. Bermain Ice Skating atau menikmati pemandangan kota Gubbio dari atas bianglala raksasa. Melalui pertunjukkan “video mapping 3D” di Palazzo dei Consoli, untuk melihat bentuk - bentuk bangunan dari perspektif baru.

Ada pasar natal di Corso Garibaldi yang khusus menjual produk – produk lokal dan pernak - pernik natal. Lokakarya yang didedikasikan untuk anak-anak dan orang dewasa di Galleria della Porta dan jalanan kuartir l, disulap menjadi desa di abad pertengahan, tempat pengunjung merasakan suasana kehidupan sehari – hari para leluhur Umbria. 

Di distrik San Pietro, pengunjung bisa berpartisipasi langsung dalam membuat kerajinan kuno dan berpenampilan layaknya orang - orang yang hidup di masa itu. Yang lebih mengesankan lagi, ada distrik San Martino, tempat 120 patung – patung kerajinan kuno, adegan kehidupan manusia sehari-hari dan kisah – kisah di dalam alkitab, yang ukurannya persis seperti aslinya.

Kereta gantung Gubbio.

Bagi yang suka kuliner, berbagai masakan khas Gubbio juga hadir di acara ini. Dari berbagai menu daging yang lezat, ham, bacon, keju, dan lain - lain. Akan tetapi truffle ( il tartufo bianco) adalah jamur khas dan tumbuh subur di daerah ini. Salah satu jenis jamur hypogean (yang hidup di bawah tanah), yang memiliki aroma khas untuk berbagai menu pasta dan risotto.

Jika cuaca cerah dan tidak takut pada ketinggian, pengunjung bisa naik kereta gantung unik menuju Basilika Sant'Ubaldo, yang berada di puncak gunung Ingino. Menikmati kota Gubbio dari ketinggian, melihat pemandangan pegunungan Apennines antara Umbria-Marche Apennines, melintasi bukit “Colle Elleto” yang penuh dengan hutan pinus, sampai di puncak Gunung Ingino (lebih dari 900 meter). Namun Basilika Sant'Ubaldo juga bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau naik kendaraan.

Meskipun bangunannya terlihat sederhana, Basilika Sant'Ubaldo memiliki sejarah yang berharga. Gereja yang dibangun antara tahun 1513 - 1527 dan diperluas pada awal abad ke-16 M. Di dalam gereja, disemayamkan tubuh santo pelindung Gubbio, Santo Ubaldo, disimpan di atas altar utama dengan beralaskan marmer. Lukisan dinding dari abad ke-16 sampai ke -18 turut menghiasi dinding gereja, salah satunya lukisan dinding karya Pier Angelo Basili yang menggambarkan kehidupan Sant'Ubaldo.

Basilika Sant'Ubaldo.

Sampai kini, Gubbio dihargai sebagai salah satu kota abad pertengahan yang sangat melestarikan monumen-monumen sejarah dan tradisi yang dimilikinya. Dari piazza ( alun – alun), museum, katedral, Teater Romawi (dibangun antara 55 dan 27 SM, bisa menampung sekitar 7.000 penonton) sampai air mancur unik “Fontana dei Matti”. Monumen – monumen yang bersaksi tentang masa lalunya yang agung dan tradisi yang tetap terjaga berabad-abad lamanya.

Gubbio (Iguvium atau Eugubium dalam bahasa Latin, Ikuvium dalam Bahasa Umbria) memang kota kuno. Kota yang didirikan oleh orang-orang Umbria kuno, seperti yang tertulis dalam "Tabel Eugubine" ( tujuh lempeng perunggu diukir antara abad II dan I SM). Di periode pra-Romawi ( sekitar abad 700 SM), Gubbio sudah menjadi sebuah negara-kota yang dikelilingi oleh benteng, kota penting sebagai pusat agama dan politik bagi populasi Umbria kuno.

Di bawah dominasi Romawi, Gubbio menjadi kota Romawi yang penting dan berkembang menjadi kota yang tenang dan makmur. Teater Romawi, pemandian dan villa dibangun dengan hiasan mozaik yang indah. Saat Kekaisaran Romawi jatuh, Gubbio pun masuk dalam periode kegelapan.

Teater Romawi Gubbio.

Kota ini diserang, dihancurkan dan diinvasi, kemudian menjadi subyek para penguasa untuk waktu yang lama. Dihancurkan selama Perang Gotik 535-553 M, terlibat dalam perselisihan antara Bizantium dan Lombard, antara fraksi Ghibelline dan Guelphs. Gubbio kembali tenang sejak tahun 1860, saat hari penyatuan Italia. Kemudian kembali membangun, berkembang dan jadilah Gubbio yang sekarang, yang memancarkan cahaya ke seluruh dunia. Buon Natale…

Trailer kota Gubbio :


Sumber: 
https://www.viagginews.com/2019/11/20/gubbio-albero-natale-grande-mondo-2019/ 

Friday, December 13, 2019

Museum Ara Pacis Augustae Roma.




Altar itu telah terkubur lebih dari satu millennium, diam dalam hening dan hampir hilang dari kenangan. Namun tahun 1568, Ara Pacis Augustae atau Ara Pacis, muncul kembali di bawah Palazzo Fiano Roma. Altar pagan yang didedikasikan untuk Pax, dewi Perdamaian Romawi, dibangun atas perintah Senat Romawi, untuk menghormati kembalinya Imperator Augustus ke Roma, setelah berhasil menguasai Hispania (skrg: Spanyol, Portugal, Prancis) dan Gaul ( skrg: Eropa barat-tengah).

Ara Pacis atau “Altar Perdamaian Augustus”, dibangun di masa tenang romawi, saat tidak ada peperangan dan pertumpahan darah. Mulai dibangun tanggal 4 Juli 13 SM dan diresmikan abad 9 SM. Awalnya terletak di area Campo Marzio, sebuah dataran tinggi tempat para prajurit Romawi berlatih. Tidak jauh dari pomerium, batas wilayah yang dikuduskan para dewa.

Ketika ditemukan pertama kali, Ara Pacis rusak parah, beberapa bagiannya pun terpisah. Karena dibangun di dekat sungai Tiber, altar terkubur di bawah endapan setinggi 13 meter. Seperti banyak monumen Romawi yang terabaikan dan dibiarkan rusak, Ara pacis pun dijadikan sebagai bahan konstruksi bangunan lainnya. Sebagian blok dibeli oleh Grand Duke of Tuscany, sebagian di kota Florence, di Museum Vatikan, melengkapi bagian depan Villa Medici Roma dan Museum Louvre Paris.


Ara com'era

Rekonstruksi Ara Pacis baru dilakukan tahun 1937. Bagian yang tercerai berai dikumpulkan, yang tidak ditemukan diganti menggunakan gips. Setelah itu, disusun kembali seperti bentuk aslinya di lokasi saat ini, di Museum Ara Pacis yang beralamat di Lungotevere in Augusta, 00186 Roma. Tahun 1995, Museum ini diperbaiki total oleh arsitek Amerika Richard Meier.

Bulan Oktober 2016, program "Ara com'era” pun diluncurkan. Program yang membantu Ara Pacis menemukan kembali warna aslinya. Dengan perpaduan sejarah dan teknologi, pengunjung seperti dibawa “terbang” ke masa lalu. Terasa duduk di sebelah Ara Pacis dan memandang monumen Romawi terkenal itu, persis seperti yang dilihat orang – orang Roma 2000 tahun yang lalu.

Bangunan Ara Pacis sebenarnya sederhana. Berbentuk bangunan terbuka, terbuat dari batu marmer carrara, berukuran 10,62 x 11,63 dan tinggi 3,68 meter. Altar berdiri diatas podium rendah, yang bisa diakses melalui sembilan anak tangga. Di setiap sudutnya ditopang oleh empat pilar bergaya korintus dan empat pilar lainnya ada di setiap sisi pintu. Memiliki dua pintu masuk (depan dan belakang), yang memungkinkan setiap orang bisa masuk dan keluar dari sisi yang berlawanan.


Altar utama.

Altar utama terletak di tengah bangunan, kedua sisinya dihiasi oleh dekorasi spiral yang bertumpu pada singa bersayap. Antara altar utama dan dinding luar dipisahkan oleh koridor sempit. Altar utama memiliki dua tingkatan podium. Podium pertama, lebih tinggi tiga anak tangga di sekeliling sisinya. Podium kedua, tempat imam melakukan ritual, podiumnya lebih tinggi lima langkah dan tangga masuk hanya dari arah depan saja.

Seperti yang kita tahu, agama – agama kuno sangat bergantung pada praktik doa, ritual, dan pengorbanan. Setiap tanggal 30 Januari, Imperator Augustus juga melakukan salah satu ritual itu di Ara Pacis. Mempersembahkan hewan-hewan korban, dibantu oleh para hakim, para imam, i camilli (yang membantu para imam), pemain musik suling (tibicen) dan petugas yang menyembelih hewan korban (victimarii).

Melihat berbagai relief di sepanjang dinding Ara Pacis, kita menjadi tahu berbagai gaya seni yang umum digunakan di masa Augustus berkuasa. Dari seni yunani klasik untuk motif prosesi altar, seni hellenistik untuk motif di sepanjang dinding dan romawi klasik untuk motif di altar bagian dalam.


Saturnia Tellus.

Dekorasi di dinding luar bangunan terbagi menjadi dua motif gambar. Di bagian bawah, dekorasi bermotif tumbuhan (spiral acanthus), kadang terselip gambar hewan – hewan kecil seperti ular, angsa dan kadal. Dekorasi di bagian atas lebih bervariatif, ada kisah mitologis, alegoris /kiasan dan historis. Kedua bagian itu dipisahkan oleh rangkaian pita bermotif swastika.

Di setiap sisi pintu masuk, ada dua relief yang menunjukkan asal usul para pendiri Roma. Relief pertama bercerita tentang "Lupercale", legenda serigala betina yang merawat bayi kembar Romulus dan Remus. Relief kedua bercerita tentang Enea, seorang yang saleh, pahlawan Trojan yang melarikan diri ke Roma.

Relief di sisi pintu lainnya mengisahkan seorang wanita duduk di atas tumpukan senjata. Simbol sangat jelas tentang mengakhiri konflik dan menjamin perdamaian. Di sisi lainnya ada relief Saturnia Tellus, simbol kelimpahan dan kesuburan, yang diwakili oleh sosok seorang wanita dengan dua anak kembar, seekor lembu, domba dan tumbuhan. 


Lupercale.

Sedangkan sosok dua peri di Saturnia Tellus, adalah simbol ketenangan dan kedamaian, baik di darat maupun di laut. Satu peri duduk di atas monster laut “naga”, melambangkan air, mewakili angin laut dan siang hari. Peri lainnya duduk di atas angsa, melambangkan udara, mewakili angin darat dan malam hari. 

Namun relief yang paling penting adalah susunan anggota penting keluarga kekaisaran. Simbol yang diperkirakan memuji kedaulatan seluruh keluarga gen Giulia, sebagai keturunan dari dua pendiri Roma. Tampak dalam relief, Augustus memakai kerudung kepala, diikuti istrinya Agripa dengan putranya Gaius Julius Caesar. Diapit oleh dua orang hakim, dan empat imam besar (Flamines Maiores).

Sepertinya Augustus menggunakan Ara Pacis sebagai sarana propaganda kekuasaannya ke seluruh kekaisaran. Tentang pilihannya membangun sebuah altar, monumen yang terbuka dan bisa dilihat banyak orang. Bukan membangun sebuah kuil yang tertutup dan sebagian besar orang saja yang bisa masuk. Kemudian letaknya di wilayah militer “Campo Marzio”, daerah yang menurut tradisi waktu itu, terkait dengan dewa perang. 


Augustus dan keluarga kekaisaran.

Melalui berbagai relief di Ara Pacis, Augustus juga terlihat ingin menunjukkan perannya sebagai pembawa damai dan pembela iman. Berjanji mengembalikan zaman keemasan romawi, setelah sepuluh tahun perang dan kekeringan. Meyakinkan orang-orang romawi, jika ia tetap memelihara tradisi kuno mereka.

Ketika Augustus berkuasa, bangsa Romawi memang mengalami banyak kemajuan. Yang pada awalnya dikenal sebagai bangsa yang suka berperang dan tidak berpendidikan, berubah menjadi bangsa pemikir, suka membaca dan menulis. Meskipun mesin cetak belum ditemukan, melalui tulisan tangan, karya – karya penulis tetap bisa terbit dan dibaca banyak orang. 

Banyak seniman dan arsitek terkenal juga muncul di zaman ini. Augustus mungkin memahami betul, jika design dan arsitektur memiliki pengaruh besar untuk mempertahankan kekuasaannya. Melalui gambar yang dicetak dalam koin, ukiran dalam relief atau patung, wajahnya bisa dikenal dan diingat banyak orang. Tidak ada provinsi, tidak ada kota di kekaisaran di mana namanya tidak terukir pada bangunan. 

Dengan demikian, bahkan lebih kuat daripada senjata. Karya - karya seni, ternyata bisa membuat sang imperator mendapatkan rasa hormat, pengabdian, dan cinta dari rakyatnya. Arrivederci..

Trailer  Ara Pacis Roma:


Sumber:
https://www.inexhibit.com/it/mymuseum/museo-ara-pacis-roma/

More articles

Holocaust Memorial Milan.

Other posts